Sorotan Anggota DPR, Tuntut PLN Beli Batu Bara Dengan Harga Mahal

Sorotan Anggota DPR, Tuntut PLN Beli Batu Bara Dengan Harga Mahal

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Rabu, 17 Nov 2021 18:00 WIB
Sejumlah pekerja melakukan bongkar muat batu bara menggunakan alat berat di pelabuhan krakatau bandar samudera, Cigading, Cilegon (8/3/2013). Direktur Jendral Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi Sumber Daya Manusia (ESDM), Thamrin Shite mengatakan untuk mengendalikan produksi batu bara, pemerintah menetapkan kuota produksi secara nasional. File/detikFoto.
Foto: Hasan Alhabshy
Jakarta -

Anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Demokrat Muhammad Nasir kembali jadi sorotan. Ia jadi sorotan karena meminta PT PLN (Persero) bersaing di pasar untuk mendapatkan batu bara.

Artinya, dengan kondisi saat ini PLN diminta membeli batu bara dengan harga yang lebih mahal. Ia berpandangan, PLN kesulitan mendapatkan pasokan batu bara karena harus membeli sesuai domestic market obligation (DMO).

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi VII dengan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin dan Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini, adik dari Nazaruddin ini mengatakan PLN harus berani bersaing karena komoditas lain sudah naik harganya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"PLN kalau mau dapat barang saya lihat harus berani bersaing karena semen, PT Semen sudah naikkan harga jadi US$ 90 sementara PLN nggak naik," katanya, Senin (15/11/2021).

Dia bilang, karena tak mau bersaing, direktur anak usaha sampai mengundurkan diri karena kesulitan mencari batu bara. Sebab, menurutnya, bagi pengusaha batu bara lebih baik ekspor dan membayar denda daripada menjual di dalam negeri atau PLN yang harganya lebih murah.

ADVERTISEMENT

Pada kesempatan itu, Nasir sampai mengusulkan Direktur Utama dan Wakil Direktur Utama PLN agar diganti saja.

"Jadi sebenarnya hari ini batu bara primadona, Pak. Jadi Bapak kalau nggak bersaing nonsens dapat batu bara. Udah itu aja. Saya usulkan pimpinan kalau bisa nanti dengan Pak Menteri kita minta Dirut dan Wakil Dirut diganti saja, dicari orang yang bagus yang ngerti berdagang supaya jangan lagi kekurangan," terangnya.

Sehari berikutnya, saat rapat kerja dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif, Nasir masih meminta agar PLN membeli batu bara sesuai dengan harga pasar. Artinya, PLN mesti membeli batu bara dengan harga lebih tinggi.

"Jadi kita minta juga PLN ini juga harus berani bersaing untuk di pasar. Karena harga batu bara kalau PLN tidak naikkan, PLN ini kewalahan nyari batu bara," katanya.

"Karena ekspor sudah bagus, harga lokal sudah bagus, tapi PLN nggak mau naikkan harga, tapi dia berkeras dengan DMO saja, pemilik batu lebih bagus bayar denda daripada jual ke PLN pak," tambahnya.

Risiko PLN Beli Batu Bara Lebih Mahal

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menjelaskan, jika skema DMO dihapus maka PLN membeli batubara sesuai harga pasar. Dengan bauran energi sekitar 57% menggunakan batubara, pembelian batubara dengan harga US$ 153 per metric ton tentunya bisa menaikkan harga pokok penyediaan (HPP) listrik hingga 2 kali lipat di mana harga DMO sebesar US$ 70 per metric ton.

Jika tidak menaikkan tarif, PLN akan menjual listrik di bawah harga keekonomian. Artinya, pemerintah akan memberikan kompensasi lebih besar. Kemudian, jika PLN menaikkan tarif maka akan memberatkan masyarakat.

"Kalau PLN dipaksa tidak menaikkan tarif listrik, maka PLN menjual setrum kepada masyarakat di bawah harga keekonomian. Dalam kondisi tersebut, pemerintah harus memberikan kompensasi dari APBN dalam jumlah besar, bahkan bisa lebih dari 2 kali lipat. Namun, jika tarif adjustment diberlakukan, tarif listrik dinaikkan sesuai dengan harga keekonomian, maka beban rakyat, yang baru terpuruk akibat Pandemi COVID-19, akan semakin bertambah berat," terangnya.

"Agar tidak membebani APBN dan memberatkan rakyat sebagai konsumen PLN, skema DMO janganlah dihapuskan. Kecuali, pemerintah memang mengutamakan kepentingan pengusaha batu bara ketimbang kepentingan rakyat," tutup dia.


Hide Ads