Jakarta -
Saat ini kebutuhan energi Indonesia masih ditopang dengan bahan bakar fosil berupa minyak dan gas bumi (migas). Berdasarkan data dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) terlihat volume migas meningkat, meskipun secara persentase menurun.
Pada 2020, porsi minyak mencapai 28,8% dalam bauran energi nasional atau secara volume mencapai 1,66 juta Barel Per Hari (BPH). Sementara gas bumi sebesar 6.557 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau sebesar 21,2% dari bauran energi nasional.
Kemudian, pada tahun 2030 diprediksi secara persentase bauran minyak sebesar 23%, namun secara volume meningkat menjadi 2,27 juta BPH. Sementara itu, porsi gas bumi naik hampir dua kali lipat sebesar 11.728 MMsccfd atau 21,8%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota Komisi VII DPR RI, Maman Abdurrahman memperkirakan konsumsi energi akan terus meningkat. Menurutnya ketahanan energi yang merupakan kepentingan nasional itu perlu terus diupayakan bisa tercapai.
Dia mengatakan, Indonesia perlu mengamankan pasokan energi yang tetap bergantung pada migas. Bahkan, kata dia, wajar jika peningkatan produksi menjadi prioritas.
"Tidak berlebihan jika target peningkatan produksi migas menjadi prioritas nasional," katanya dalam keterangannya, Senin (6/12/2021).
Dia berharap, seluruh pihak yang berhubungan dapat memiliki visi yang sama yakni mengamankan kepentingan nasional tersebut. Target produksi minyak sebesar 1 juta BPH serta gas bumsi sebanyak 12 ribu MMSCFD pada tahun 2030, kata dia, masih bisa tercapai asal seluruh pihak berkolaborasi dalam menjalankan perannya masing-masing.
Sementara itu, dia mengatakan DPR berencana untuk kembali membahas Revisi Undang-Undang Migas (RUU Migas). Salah satu poin yang direvisi adalah memastikan adanya kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh kontraktor kontrak kerja sama (Kontraktor KKS).
Menurutnya, saat ini mekanisme untuk mendorong Kontraktor KKS melakukan eksplorasi melalui Komitmen Kerja Pasti (KKP). Maman bilang strategi pemerintah tersebut patut didukung. "KKP akan juga diatur dalam UU Migas yang baru," kata Maman.
UU Migas juga diharapkan mengatur insentif yang menumbuhkan minat kontraktor KKS dalam melakukan eksplorasi. Eksplorasi tersebut, menurutnya menjadi kata kunci untuk menemukan cadangan migas baru, sehingga target produksi bisa tercapai.
"Kami berupaya agar UU Migas bisa mendukung iklim investasi, khususnya eksplorasi," katanya.
Pengamat Migas dari Universitas Trisakti, Pri Agung Rakhmanto, menjelaskan, peran pemerintah menjadi penting agar secara konkret menarik investor untuk bersedia eksplorasi dan eksploitasi. Dalam tataran operasional, Pemerintah dituntut untuk mempercepat proses perizinan, persetujuan progam-program kerja dan anggaran, serta mempercepat eksekusi program.
Sementara itu, Parlemen diminta mengawal dalam membuat regulasi yang jelas, yang membuat investor tertarik untuk berinvestasi di Indonesia. Pasalnya, dengan dana pemerintah yang terbatas, dibutuhkan dana investor untuk temukan cadangan migas yang baru dan siap diproduksi.
Peran kontraktor KKS, kata dia, tidak hanya menjalankan operasi eksisting saja. Kontraktor dituntut secara proaktif memberikan input masukan kepada pemerintah tentang apa-apa yang mereka perlukan untuk merealisasikan investasi mereka di eksplorasi dan eksploitasi tahap lanjut di wilayah non existing.
"Secara kolektif, semuanya mesti berkolaborasi untuk membuktikan kepada publik bahwa industri migas tetap strategis di era transisi energi dan bukan merupakan sunset industri," kata Pri Agung.