Tahukah Kamu?

RI Terancam Krisis Energi: Batu Bara Digali tapi Pembangkit Hampir Mati

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Jumat, 07 Jan 2022 13:43 WIB
Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Kabar Indonesia terancam krisis energi heboh belakangan ini. Hal ini menyusul munculnya kebijakan larangan ekspor batu bara di Januari 2022. Kok bisa sih Indonesia krisis energi?

PT PLN (Persero) menghasilkan listrik dari pembangkit. Supaya bisa menghasilkan listrik, pembangkit membutuhkan sumber energi yang saat ini kebanyakan dari batu bara.

Untuk menjamin pasokan batu bara pembangkit, pemerintah telah menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO). DMO merupakan kewajiban buat produsen batu bara memasok kebutuhan dalam negeri.

Dengan DMO, PLN mendapat kepastian karena produsen batu bara mesti melepas 25% produksinya untuk kebutuhan dalam negeri. Kemudian, harga batu bara itu dipatok US$ 70 per metrik ton.

Larangan ekspor batu bara dilakukan karena pasokan untuk PLN kritis. Jika larangan ekspor batu bara tidak dikeluarkan, maka akan memberikan dampak kepada lebih 10 juta pelanggan PLN mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali), dan non-Jamali.

"Kenapa semuanya dilarang ekspor? Terpaksa dan ini sifatnya sementara. Jika larangan ekspor tidak dilakukan, hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 mega watt (MW) akan padam. Ini berpotensi mengganggu kestabilan perekonomian nasional. Saat pasokan batu bara untuk pembangkit sudah terpenuhi, maka akan kembali normal, bisa ekspor. Kita akan evaluasi setelah tanggal 5 Januari 2022 mendatang," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Jamaludin melalui keterangannya, Sabtu (1/1/2022) lalu.

Pemerintah telah beberapa kali mengingatkan pengusaha batu bara untuk terus memenuhi komitmennya memasok batu bara ke PLN. Namun, realisasinya pasokan batu bara setiap bulan ke PLN di bawah ketentuan DMO.

"Dari 5,1 juta metrik ton (MT) penugasan dari pemerintah, hingga tanggal 1 Januari 2022 hanya dipenuhi sebesar 35 ribu MT atau kurang dari 1%. Jumlah ini tidak dapat memenuhi kebutuhan tiap PLTU yang ada. Bila tidak segera diambil langkah-langkah strategis maka akan terjadi pemadaman yang meluas," ungkap Ridwan.

Berlanjut ke halaman berikutnya.




(acd/ara)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork