Bagi jutaan orang yang tinggal di Eropa, menggunakan energi artinya ada kemungkinan besar memberikan uang mengalir ke negara Rusia. Bahkan, sebagian besar akan masuk ke dalam peti perang Presiden Vladimir Putin.
Alasannya, energi yang dipakai itu dihasilkan dari kontribusi pasokan gas dari Rusia.
Dilansir dari CNN, Senin (7/3/2022), hal ini bisa terjadi karena Rusia telah membangun jaringan pipa gas alam di seluruh Eropa sejak tahun 1960-an. Negeri Beruang Merah telah membangun pamornya sebagai negara adidaya di bidang energi sejak lama.
Amerika Serikat sendiri telah lama memperingatkan sekutu Baratnya sejak bahwa lebih banyak gas Rusia hanya akan membuat orang Eropa lebih rentan dan memiliki ketergantungan besar terhadap Rusia.
Di tengah konflik Rusia dan Ukraina saat ini yang menyeret negara Uni Eropa memberikan segudang sanksi, ada kekhawatiran muncul soal pasokan energi. Kremlin, pusat pemerintahan Rusia bisa saja mematikan pasokan gas alam ke Uni Eropa sebagai pembalasan atas dukungannya untuk Ukraina.
Selain memberikan sanksi kepada Rusia, negara-negara Eropa juga telah mengirim senjata dan bantuan ke Ukraina untuk membantu mempertahankan diri dari invasi Rusia.
Perang telah terjadi seminggu lebih, namun sejauh ini Rusia masih membiarkan gasnya mengalir ke negara-negara Eropa.
Rusia menghasilkan ratusan juta dolar per hari dari ekspor minyak dan gasnya. Di sisi lain, negara-negara Uni Eropa menjadi pelanggan gas terbesar Rusia. Kini negara-negara Eropa bergulat dengan kenyataan bahwa pengeluaran energinya telah membantu memberdayakan Putin untuk melakukan perang berdarah di daerah perbatasannya.
Menurut lembaga think tank, Bruegel Eropa, dengan harga pada rekor tertinggi, nilai ekspor gas alam Rusia ke Uni Eropa telah melonjak menjadi sekitar US$ 545 juta atau sekitar Rp 7,8 triliun (kurs Rp 14.350) setiap hari.
Jumlah itu naik dari sekitar US$ 220 juta atau sekitar Rp 3,1 triliun di bulan Februari. Sebelum invasi, Rusia juga mengekspor minyak senilai ratusan juta per hari ke Eropa.
Para pemimpin Uni Eropa sendiri telah berbicara tentang pengurangan ketergantungan pada gas Rusia selama bertahun-tahun. Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki yang paling baru menyerukan hal itu.
"Kita membeli banyak gas Rusia, banyak minyak Rusia. Presiden Putin mengambil uang dari kami, dari Eropa. Dan dia mengubahnya ini menjadi agresi, invasi," katanya dalam sebuah pertemuan tinggi Uni Eropa.
Untuk gas saja, menurut data Bruegel, blok Uni Eropa yang terdiri dari 27 negara itu bergantung pada Rusia untuk 40% dari kebutuhannya. Jerman adalah pelanggan terbesar Rusia, mengandalkan gas Rusia untuk lebih dari setengah kebutuhan gasnya.
Pada gilirannya, Rusia pun membutuhkan uang Eropa. Pendapatan minyak dan gas Rusia pada tahun 2021 bernilai 9,1 triliun Rubel, yang pada Januari tahun ini dikonversi menjadi US$ 119 miliar atau sekitar Rp 1.701 triliun. Itu merupakan 36% dari pemasukan negara tersebut.
Simak juga video 'Presiden Ukraina Sebut Invasi Rusia Pembunuhan: Tuhan Tak Akan Ampuni!':
(hal/zlf)