Kasus tumpahan minyak Montara sempat mendapat bikin geger. Masalah ini muncuat pada 2009, kala itu anjungan minyak di lapangan Montara milik PTT Exploration and Production (PTTEP) meledak di lepas landas kontinen Australia.
PTTEP adalah perusahaan minyak dan gas asal Thailand yang beroperasi di Australia. Temuan tumpahan minyak itu sendiri terjadi pada pada 21 Agustus 2009.
Tumpahan minyak dengan volume lebih dari 23 juta liter mengalir ke Laut Timor selama 74 hari. Tumpahan minyak itu juga berdampak hingga ke pesisir Indonesia.
Luas tumpahan diperkirakan mencapai kurang lebih 92 ribu meter persegi. Pemerintah menemukan ada 13 kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terkena dampak dari kasus Montara.
Masalah ini pun berlarut-larut tidak kunjung ada titik terangnya, hingga di media 2018-2019 kasus ini mulai diproses kembali. Ada 15 ribu lebih petani rumput laut dan nelayan asal dua kabupaten di NTT melakukan gugatan class action di Pengadilan Federal Australia di Sydney.
Gugatan tersebut pun dimenangkan pada Maret 2021, dan PTTEP dinyatakan bersalah. Namun, hingga kini setahun setelah gugatan itu dimenangkan nelayan dan petani rumput laut korban tumpahan minyak Montara tak kunjung mendapatkan ganti rugi.
Lalu bagaimana nasib ganti rugi kepada korban tumpahan minyak di NTT? Begini fakta-faktanya
PTTEP Tak Kunjung Bayar Ganti Rugi
Menurut Ketua Satgas Penanganan Kasus Tumpahan Minyak Montara, Purbaya Yudhi Sadewa, PTTEP yang dinyatakan bersalah dalam kasus ini sampai saat ini enggan membayar ganti rugi ke pengadilan.
Dia bilang dalam putusan pengadilan perusahaan diberikan dua opsi keputusan berupa membayar ganti rugi ataupun membuka ruang negosiasi dengan para petani korban tumpahan minyak Montara.
Namun, Purbaya mengaku dalam mediasi yang dilakukan perusahaan tidak melakukannya sepenuh hati dan terus-menerus berkelit untuk membayar ganti rugi kepada para petani rumput dan nelayan NTT.
"Kita mediasi itu, rupanya kalau orang berdosa males juga negosiasinya, muter-muter aja dia. Dia tahu, dia harus bayar-banyak. Padahal kalau bisa ngirit ya ngirit," ungkap Purbaya dalam diskusi virtual FMB 9, Jumat (1/4/2022).
"Dia pikir dia mau main-main dengan kita, dia pakai berbagai jalur lah. Namun dia salah, yang mau dimainkan Menko Maritim nggak bisa lah," tegasnya.
Melihat tidak ada itikad baik dari PTTEP, bahkan malah melakukan banding putusan pengadilan, Purbaya bilang kini pemerintah akan mencari strategi lain untuk menyelesaikan kasus ini.
Dia bilang semua pihak akan diminta bertanggung jawab dalam kasus ini. Mulai dari PTTEP sebagai pihak yang bersalah, pemerintah Australia selaku regulator, dan pemerintah Thailand sebagai pemilik perusahaan induk PTTEP.
"Ketika tahu mereka hanya main main saja, kita kencangkan luruskan barisan. Ya sudah kita jalan terus, kita pakai seluruh senjata yang ada untuk menekan Australia, PTTEP, dan perusahaan pemerintah Thailand untuk menekan mereka," jelas Purbaya.
Purbaya juga mengatakan pemerintah akan mengincar aset-aset PTTEP yang ada di Indonesia bila kompensasi tumpahan minyak Montara tak juga kunjung dibayarkan.
"Kita akan lihat aset-aset perusahaan mereka di sini apa saja. Kalau mereka nggak mau juga, kita akan tindak ekstrem," kata Purbaya.
Dia mengatakan daftar aset PTTEP sudah dikantonginya, bahkan dokumennya sudah menjulang tinggi di mejanya. Dia mengatakan semua orang bisa saja mengecek di mana saja aset PTTEP yang ada di Indonesia.
"Di meja saya itu sudah tinggi itu. Silakan cek di mana saja mereka investasi," ujar Purbaya.
Berapa besar nilai kerugian korban tumpahan minyak Montara? Klik halaman berikutnya
(hal/hns)