Melonjaknya harga BBM terjadi karena banyak orang AS memilih untuk membelanjakan uangnya untuk hal-hal seperti perjalanan dan hiburan. Keinginan untuk kembali ke aktivitas normal membuat permintaan BBM lebih tinggi daripada yang seharusnya.
Sarah House, ekonom senior di Wells Fargo memperkirakan BBM akan mencapai rata-rata US$ 4,84 atau Rp 70.552 per galon pada Juni ini.
"Ini akan membutuhkan lebih dari sekadar harga bensin yang lebih tinggi untuk menjatuhkan ekonomi ke dalam resesi," kata House."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harga minyak mencapai level tertinggi sekitar US$ 130 per barel pada Maret setelah Rusia menginvasi Ukraina tetapi kemudian jatuh lagi. Minyak mentah telah meningkat lagi dan bisa naik lebih tinggi pada sanksi Eropa lebih lanjut terhadap minyak Rusia dan ketika ekonomi China dibuka kembali setelah penutupan COVID-19 baru-baru ini. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate hanya di bawah $122 per barel pada Kamis kemarin.
Harga BBM bergerak lebih tinggi dengan minyak, tetapi ada juga pasokan yang lebih sedikit dari biasanya sebagian karena pengurangan penyulingan global. Di AS saja, kapasitas penyulingan turun 1 juta barel per hari dari tingkat sebelum pandemi karena pemadaman dan penutupan.
Analis JP Morgan memperkirakan bensin bisa mencapai harga US$ 6,20 atau Rp 90.377 per galon pada Agustus, tetapi analis lain memperkirakan harga puncak akan tetap mendekati US$ 5,25 atau Rp 76.529 per galon karena pengemudi kemungkinan akan mengurangi penggunaan bensin.
(ara/ara)