Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi belanja negara bisa capai hingga Rp 3.169,1 triliun, melambung jauh dari target awal APBN. Salah satu penyebab terbesarnya ialah peningkatan anggaran subsidi dan kompensasi energi.
Kenaikan paling tinggi terjadi pada anggaran belanja kompensasi BBM dan listrik. Sampai akhir tahun, Sri Mulyani mengatakan, terkait biaya kompensasi energi pemerintah akan mengeluarkan anggaran hingga Rp 293 triliun. Padahal, pada awal tahun anggaran belanja kompensasi pada APBN hanya mencapai Rp 18,5 triliun.
"Subsidi melonjak hingga Rp 284 triliun. Kemudian kompensasi sangat tinggi, meningkat menjadi Rp 293 triliun dari yang tadinya hanya Rp 18 triliun," jelas Sri Mulyani.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal tersebut Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menyampaikan, hal ini disebabkan oleh subsidi energi yang selama ini dirasa kurang tepat sasaran. Inilah yang menyebabkan keuangan negara terbebani. Salah satunya subsidi BBM.
Mamit menambahkan, dengan kondisi seperti sekarang ini, diprediksikan jumlah subsidi akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kuotanya. Oleh sebab itu, RI sendiri harus mengupayakan reformasi pola subsidi, dari subsidi barang ke subsidi manusia.
"Hal ini menyebabkan keuangan negara terbebani. Berapapun kuotanya dari Pemerintah, kadang-kadang bisa jebol juga. Sama seperti tahun ini sudah lebih dari 50% kalau tidak salah penjualannya. Memang perlu ada pembatasan, seperti yang sekarang sedang diupayakan oleh Pemerintah dan Pertamina," ujar Mamit kepada detikcom, Jumat (01/07/2022).
Tidak hanya itu, Mamit juga menyampaikan salah satu upaya pemerintah dalam mengurangi beban kompensasi ialah dengan menaikkan tarif dasar listrik per 1 Juli ini untuk golongan 3.500 VA ke atas. Dirinya mengapresiasi pemerintah tetap menjaga kestabilan harga energi di tengah kondisi perekonomian global seperti sekarang ini.
"Saya juga mengapresiasi langkah pemerintah. Pemerintah memberikan effort yang sangat tinggi dengan memberikan subsidi dana kompensasi yang begitu besar. Di tengah negara-negara lain menjual BBM dengan sangat tinggi," tutupnya.
Dengan kondisi berat bagi keuangan negara seperti sekarang ini, tambah Mamit, perlu usaha yang ekstra. Masyarakat juga harus paham, bahwa BBM maupun listrik yang bersubsidi hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang berhak.
Lanjut ke halaman berikutnya.
Simak Video "Video: RI Impor Minyak Rp 500 T Per Tahun, Padahal Dulu Bisa Ekspor"
[Gambas:Video 20detik]