Harga BBM Terus Ditahan Bikin Subsidi Bengkak, Pengamat: Bisa Jebol!

Harga BBM Terus Ditahan Bikin Subsidi Bengkak, Pengamat: Bisa Jebol!

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Jumat, 01 Jul 2022 18:15 WIB
Ilustrasi subsidi BBM
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi belanja negara bisa capai hingga Rp 3.169,1 triliun, melambung jauh dari target awal APBN. Salah satu penyebab terbesarnya ialah peningkatan anggaran subsidi dan kompensasi energi.

Kenaikan paling tinggi terjadi pada anggaran belanja kompensasi BBM dan listrik. Sampai akhir tahun, Sri Mulyani mengatakan, terkait biaya kompensasi energi pemerintah akan mengeluarkan anggaran hingga Rp 293 triliun. Padahal, pada awal tahun anggaran belanja kompensasi pada APBN hanya mencapai Rp 18,5 triliun.

"Subsidi melonjak hingga Rp 284 triliun. Kemudian kompensasi sangat tinggi, meningkat menjadi Rp 293 triliun dari yang tadinya hanya Rp 18 triliun," jelas Sri Mulyani.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menanggapi hal tersebut Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menyampaikan, hal ini disebabkan oleh subsidi energi yang selama ini dirasa kurang tepat sasaran. Inilah yang menyebabkan keuangan negara terbebani. Salah satunya subsidi BBM.

Mamit menambahkan, dengan kondisi seperti sekarang ini, diprediksikan jumlah subsidi akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kuotanya. Oleh sebab itu, RI sendiri harus mengupayakan reformasi pola subsidi, dari subsidi barang ke subsidi manusia.

ADVERTISEMENT

"Hal ini menyebabkan keuangan negara terbebani. Berapapun kuotanya dari Pemerintah, kadang-kadang bisa jebol juga. Sama seperti tahun ini sudah lebih dari 50% kalau tidak salah penjualannya. Memang perlu ada pembatasan, seperti yang sekarang sedang diupayakan oleh Pemerintah dan Pertamina," ujar Mamit kepada detikcom, Jumat (01/07/2022).

Tidak hanya itu, Mamit juga menyampaikan salah satu upaya pemerintah dalam mengurangi beban kompensasi ialah dengan menaikkan tarif dasar listrik per 1 Juli ini untuk golongan 3.500 VA ke atas. Dirinya mengapresiasi pemerintah tetap menjaga kestabilan harga energi di tengah kondisi perekonomian global seperti sekarang ini.

"Saya juga mengapresiasi langkah pemerintah. Pemerintah memberikan effort yang sangat tinggi dengan memberikan subsidi dana kompensasi yang begitu besar. Di tengah negara-negara lain menjual BBM dengan sangat tinggi," tutupnya.

Dengan kondisi berat bagi keuangan negara seperti sekarang ini, tambah Mamit, perlu usaha yang ekstra. Masyarakat juga harus paham, bahwa BBM maupun listrik yang bersubsidi hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang berhak.

Lanjut ke halaman berikutnya.

Di sisi lain, Pengamat Ekonomi Josua Pardede juga memberikan tanggapan terkait kondisi APBN yang membengkak ini kepada detikcom beberapa pekan lalu.

"Distorsi yang terjadi dari kebijakan ini adalah APBN harus menanggung tambahan beban subsidi BBM agar Pertamina, PLN dapat terus beroperasi," kata Josua.

Imbasnya, beban fiskal akan semakin berat dan bisa menyebabkan defisit semakin meningkat. Meskipun, pemerintah sudah berkomitmen akan menurunkan tingkat defisit di bawah 3% pada tahun depan.

"Ketika pemerintah harus menahan kenaikan harga BBM domestik, satu sisi pemerintah memang ingin melindungi ekonomi domestik, tapi memang yang harus dikorbankan fiskalnya sendiri dalam artian fiskal yang semakin berat akan menyebabkan defisitnya semakin meningkat," ujar Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abdul Manap Pulungan.

Dirinya mengkhawatirkan fiskal pemerintah yang saat ini semakin cekak karena kenaikan harga BBM. APBN harus menanggung peningkatan subsidi dan utang pun bisa semakin tinggi. Meski pengeluaran membengkak karena subsidi, dari sisi pendapatan Indonesia bisa dibilang diuntungkan karena ada peningkatan khususnya di penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Jika ingin defisit ditekan, dia menyarankan agar pemerintah menghemat belanja negara.

Sebagai tambahan informasi, diketahui bahwa target APBN pada awal tahun hanya mencapai Rp 2.714,2 triliun. Bahkan, Target ini sempat direvisi dalam Peraturan Presiden (Perpres) 98 Tahun 2022 menjadi Rp 3.106,4 triliun. Setelah target dinaikkan pun, prediksi jumlah belanja negara masih berada di atasnya atau sebesar 102%. Sri Mulyani menyampaikan kenaikan pesat ini dalam rangka melindungi masyarakat dari krisis.

Sri Mulyani memperkirakan hingga akhir tahun jumlah subsidi meningkat menjadi Rp 284 triliun. Padahal target belanja subsidi pada APBN di awal tahun sebesar Rp 207 triliun. Kenaikan paling tinggi terjadi pada anggaran belanja kompensasi BBM dan listrik. Sampai akhir tahun, Sri Mulyani bilang untuk biaya kompensasi energi pemerintah akan mengeluarkan anggaran hingga Rp 293 triliun. Padahal, pada awal tahun anggaran belanja kompensasi pada APBN hanya mencapai Rp 18,5 triliun.



Simak Video "Video: RI Impor Minyak Rp 500 T Per Tahun, Padahal Dulu Bisa Ekspor"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads