Jakarta -
Pemerintah berencana untuk melakukan pelarangan ekspor beberapa komoditas tambang. Ekspor timah salah satu yang akan dilarang.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menyatakan pihaknya masih melakukan evaluasi kebijakan ekspor timah. Katanya, ada kemungkinan timah bakal dilarang ekspor mulai tahun 2023.
"Sedang dievaluasi. Di tahun 2023 mungkin ya, memang masih dalam proses," tegas Arifin kepada wartawan ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (4/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelarangan ekspor timah sendiri merupakan titah langsung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dirinya sudah berkali-kali menyatakan bahwa akan menyetop ekspor beberapa komoditas tambang. Mulai dari timah hingga tembaga.
Saat ini sendiri, Indonesia sudah memiliki kebijakan penghentian ekspor. Hal itu diterapkan untuk komoditas nikel.
"Kita setop lagi (ekspor) timah, tembaga, kita setop lagi lagi bahan- bahan mentah yang kita ekspor mentahan," kata Jokowi dalam dalam UOB Annual Economic Outlook 2023 di Kempinski Grand Ballroom, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022) yang lalu.
Jokowi mengatakan, langkah menyetop ekspor bahan tambang mentah terbukti memberi lebih banyak benefit. Berkaca pada larangan ekspor nikel, dulu saat nikel dengan bentuk mentah boleh diekspor hanya menghasilkan US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 15 triliun. Namun ketika ekspor bahan mentah dihentikan, pendapatannya berlipat ganda.
"Nikel duku kita setop ramai orang datang ke sama, semua menyampaikan, pak hari-hari pak nanti ekspor anjlok. Nikel setiap tahun pada saat ekspor mentah kira-kira 4 tahun lalu hanya US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 15 triliun. Begitu kita hentikan, coba cek tahun 2021, US$ 20,9 miliar. Meloncat dari US$ 1,1 miliar ke US$ 20,9 miliar," ungkap Jokowi.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Pesan dari Pengusaha
Pengusaha pun sudah buka suara soal rencana pelarangan ekspor timah mentah. Menurut (Pjs) Wakil Ketua Umum Bidang ESDM KADIN Indonesia Carmelita Hartoto, Indonesia menjadi eksportir logam timah terbesar di dunia. Tahun 2020 ekspor logam timah Indonesia mencapai 65 ribu ton.
Kemudian, di tahun 2021 tingkat ekspornya meningkat jadi 74 ribu ton. Sementara penyerapan dalam negeri sekitar 5% dari produksi logam timah nasional.
Dalam 10 tahun terakhir memang terjadi peningkatan transaksi perdagangan logam timah domestik dari 900 ton menjadi 3.500 ton. Namun, jumlahnya tergolong kecil dan belum dapat menyerap seluruh produksi logam timah nasional.
"Industri hulu timah Indonesia memang telah memberikan manfaat positif, baik terhadap pendapatan negara, penyerapan tenaga kerja, jumlah investasi, maupun program pengembangan pemberdayaan masyarakat. Persoalannya, penyerapan logam timah untuk kebutuhan domestik masih sangat kecil. Hal ini memperlihatkan adanya kesenjangan antara industri hulu dengan hilir," ujar Carmelita dalam keterangan tertulis, Kamis (22/9/2022) yang lalu.
Carmelita menegaskan KADIN Indonesia berharap pemerintah terus menggenjot infrastruktur hilirisasi sehingga hilirisasi sumber daya alam (SDA) secara bertahap. Selain itu, pemerintah juga diharapkan bisa memberikan sejumlah insentif seperti pembebasan pajak dan mempermudah perizinan operasi bagi perusahaan luar dan dalam negeri.
Persiapan infrastruktur dan insentif dinilai dapat menarik investor, serta menjamin kedua mineral tersebut terserap pasar domestik. Hilirisasi ini juga membutuhkan roadmap sebagai guidelines/petunjuk bagi para pelaku usaha.
"Dalam melakukan hilirisasi, pelaku usaha membutuhkan persiapan yang matang dan modal yang cukup, dimana artinya pelaku usaha memerlukan waktu kurang lebih 10 tahun jika ingin hilirisasi yang optimal. Tak hanya itu, dalam melakukan hilirisasi juga diperlukan roadmap yang jelas," papar Carmelita.