Maraknya modus operandi penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) solar subsidi, BPH Migas diperkirakan rugi hingga Rp 17 miliar. Hal ini disampaikan oleh Kepala BPH Migas Erika Retnowati dalam acara Konferensi Pers Penegakan Hukum atas Penyalahgunaan BBM Bersubsidi Tahun 2022 Hasil Kerjasama BPH Migas dengan POLRI hari ini.
Meski demikian, kerugian tersebut hanya didapat dari hasil penangkapan atau penggerebekan yang dilakukan pada saat kejadian saja. "Artinya gini, kita dalam satu kasus menemukan barang bukti misalnya 40 ton pada hari itu, kita tidak bisa menghitung kerugian itu hanya dari itu saja kan. Karena dia setiap hari jualan 40 ton itu, terus kita tinggal hitung nih dia berapa lama dia jualan, itu kan sebetulnya kerugiannya yang diakibatkan dari penyalahgunaan itu," tuturnya dalam konferensi pers, Selasa (3/1/2023).
"Jadi memang agak sulit ya kalau kita mau hitung berapa sih sebetulnya dari sekian subsidi itu yang jadi kerugian gitu ya," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, menurut keterangan ahli BPH Migas kerugian yang disebabkan dari penyalahgunaan BBM subsidi diperkirakan mencapari Rp 17 miliar. "Jadi kita sebenarnya harus mengalikan dengan berapa lama dia sudah beroperasi, tetapi kalau dari barang buktinya saja yang kita temukan dari keterangan ahli itu tadi dihitung dengan teman-teman mungkin sekitar Rp 17 miliar," ungkap Erika.
"Tapi itu kan saya tadi sampaikan, itu hanya dari barang bukti kita temukan pada saat kejadian penangkapan atau penggerebekan itu saja, tapi kalau kita runtut ke belakang, berapa lama dia sudah melakukan itu tentu akan sangat besar," jelasnya.
Selain melakukan penangkapan atau penggerebekan modus operandi, BPH Migas juga melakukan verifikasi terhadapa volume penyaluran yang disubsidi secara rutin setiap bulan.
Sebelumnya diberitakan, BPH Migas menemukan BBM jenis Solar tidak lulus verifikasi sebanyak 20.086,467 Kl atau setara Rp 200 miliar anggaran subsidi.
Pada dasarnya, verifikasi dilakukan dalam menentukan apakah penyaluran BBM tersebut dapat diklaim sebagai penyaluran subsidi. Kemudian, hasilnya dilaporkan kepada Kementerian Keuangan untuk proses pencairan dana subsidi.
"Kami melakukan verifikasi volume kemudian kami melaporkan pada Kementerian Keuangan berapa volume yang tersalurkan itu yang dapat dimintakan subsidinya. Berdasarkan verifikasi, terdapat koreksi-koreksi terhadap volume JBT minyak Solar. Sampai November telah dilakukan koreksi sebesar 20.086,467 Kl atau kurang lebih setara dengan Rp 200 miliar," ujar Kepala BPH Migas Erika Retnowati, di Kantor BPH Migas, Jumat (30/12/2022) lalu.
Menurut Erika hasil verifikasi tersebut telah disampaikan kepada Kementerian Keuangan, besaran tersebut kemudian dapat dialihkan sebagai jenis BBM non subsidi.
Sementara itu, Sekretaris BPH Migas Patuan Alfon Simanjutak menjelaskan, aktivitas verifikasi volume ini dilandasi SOP dan dasar hukum tersendiri. Ia mengatakan, mana kala di koreksi artinya ada hal-hal yang tidak pas dan sesuai dengan standar maupun aturan yang berlaku dalam pendistribusiannya.
"Terdapat 20.086,47 Kl itu yang dikoreksi. Artinya tidak diakui sebagai bahan bakar bersubsidi. Jadi nilainya setara dengan Rp 200 miliar. Itu dan bukan kerugian negara ya. Verifikasi volume. Jadi koreksi yang itu tidak diakui sebagai JBT, tidak kerugian negara, dan ity yang kita laporkan kepada Kementerian Keuangan," terangnya.
(das/das)