Perhelatan The International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (IOG) ke-4 membuka pintu investasi sekaligus mendorong berbagai peluang baru di sektor hulu migas. Salah satu yang sedang digencarkan yaitu peluang bisnis penangkapan dan penyimpanan emisi karbon melalui Carbon Capture and Storage (CCS).
Untuk mendukung pengembangan proyek tersebut, pemerintah telah menyusun Peraturan Menteri tentang CCS/CCUS pada kegiatan hulu migas.
"Peraturan tersebut mencakup aspek teknis, bisnis, hukum, dan ekonomi. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menciptakan sektor migas yang rendah emisi sekaligus mendorong peningkatan produksi migas," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif di IOG 2023 yang digelar di Nusa Dua, Bali, Kamis (21/9/2023).
Dia menjelaskan saat ini RI memiliki 15 proyek yang akan mengembangkan teknologi penyimpanan karbon CO2 khususnya pada sektor migas. Sebagian besar ditargetkan dapat beroperasi pada tahun 2030, yang diperkirakan memakan biaya hingga US$ 7,97 miliar.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar yang diwakili Staf Ahli Menteri Bidang Energi KLHK Haruni Krisnawati memaparkan RI diberkati dengan potensi untuk mengembangkan penyimpanan karbon. Dia pun meyakini ke depan Indonesia dapat menjadi pemimpin dalam pengembangan teknologi CCS di tingkat global.
"Teknologi ini memainkan peran penting dalam menurunkan emisi karbon dan membuka jalan untuk masa depan lebih hijau. Beberapa studi menunjukkan penggunaan CCS dapat meningkatkan efisiensi dan konversi energi dan dapat menekan biaya," jelasnya.
Kendati demikian, Haruni mengingatkan agar pengembangan CCS di Indonesia harus memperhatikan dampak terhadap kualitas lingkungan hidup, terutama air dan tanah.
"Meski begitu ada beberapa hal yang harus dihadapi, terkait CCS. Hal ini mencakup dampak CCS dari penyimpanan karbon jangka lama, termasuk kebocoran pada saat melakukan penyerapan karbon CCS dan juga masalah muncul dari kontaminasi air dan tanah," jelasnya.
Dia menilai proyek CCS dapat diprioritaskan pada wilayah yang telah mengalami degradasi, terutama hutan. Tentunya dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan kesehatan masyarakat.
"Pendekatan kolaboratif perlu dilakukan oleh industri, pemangku kepentingan, dan badan institut riset. Selain itu kerja sama lintas kementerian dapat membuka jalan untuk perkembangan energi yang tidak hanya sehat, tapi juga memiliki ketahanan," pungkasnya.
Sebagai informasi, IOG 2023 diselenggarakan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Acara ini akan diadakan selama 3 hari penuh, yakni pada 20-22 September 2023, dengan mendatangkan sekitar 3.000 peserta dari 17 negara.
Simak Video "Konvensi IOG ke-4 Genjot Investasi Migas"
(akn/ega)