Kemenperin Heran Kelanjutan Gas Murah Industri Masih Tak Jelas

Kemenperin Heran Kelanjutan Gas Murah Industri Masih Tak Jelas

Ilyas Fadilah - detikFinance
Sabtu, 23 Mar 2024 17:48 WIB
Gedung Kemenperin
Gedung Kemenperin/Foto: Ari Saputra

Dari tujuh sektor industri penerima HGBT, industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, serta sarung tangan karet berhasil meningkatkan nilai tambah ekspor pada tahun 2021-2023 sebesar Rp 84,98 Triliun, dengan nilai ekspor terbesar diraih oleh sektor oleokimia Rp 48,49 triliun.

Bukan hanya ekspor, peningkatan pajak diperoleh senilai Rp 27,81 triliun. Multiplier effect dari pemberian HGBT juga mendorong investasi baru Rp 31,06 triliun, serta penurunan subsidi pupuk Rp 13,33 triliun akibat penurunan Harga Pokok Penjualan (HPP) produksi.

Sehingga logikanya, kata dia, jika HGBT ditiadakan atau tidak diperpanjang, maka terdapat opportunity lost bagi industri yang berujung perekonomian akan merosot dan menurun tiga kali lipat. Hal ini juga menyebabkan produk kita menjadi tidak kompetitif, yang dapat berakibat pada penutupan pabrik serta PHK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Taufiek mengingatkan, industri butuh gas murah baik sebagai energi dan feedstock. Menurutnya pelaku industri juga memperoleh gas dengan membeli, bukan gratis. Dari perspektif ini, ia menyebut pemerintah harus hadir.

Dari portfolio penerima HGBT 2023, industri penerima berjumlah 265 perusahaan dan kelistrikan 56 perusahaan dengan total penerima sebesar 321 perusahaan. Alokasi gas industri hanya 1222,03 BBTUD dan kelistrikan sebesar 1231,22 BBTUD. Artinya, masih lebih banyak sektor kelistrikan penerima alokasi HGBT dibandingkan industri.

ADVERTISEMENT

"Itupun hanya diberikan 85,31% dan banyak persoalan di lapangan, termasuk biaya surcharge," terang Taufiek.

Kemenperin berpendapat, meski terdapat berbagai kekurangan dari pelaksanaan HGBT, nilai positifnya masih lebih banyak dibanding bila program ini tidak dilanjutkan. Kepastian industri mendapatkan gas murah menjadi prioritas.

Bila memang Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, termasuk SKK Migas menyatakan tidak sanggup meneruskan program HGBT, Kemenperin meminta opsi atau plan B untuk dibuka keran impor gas dari negara-negara Teluk dengan harga yang bisa menyentuh US$ 3 per mmbtu untuk kebutuhan kawasan industri dengan kriteria untuk industri berorientasi ekspor dan substitusi impor.

"Ini tentunya bisa mencapai enam kali lipat nilai tambah yang didapat dari HGBT gas domestik, sehingga dapat mendukung industri nasional untuk menjadi tangguh dan kuat, serta berdaya saing di tingkat Asean dan global, serta meningkatkan kontribusi sektor industri bagi pertumbuhan perekonomian nasional tetap tumbuh dari kontribusi sektor industri," pinta Taufiek.

Ia menyampaikan, sangat disayangkan jika persoalan substansi teknokratis direduksi oleh kehadiran pejabat dalam menentukan perpanjangan program HGBT.

"Bahwa sesungguhnya terminologi 'dilanjutkan' atau 'tidak dilanjutkan'-nya program HGBT ini sangat tendensius, karena sesungguhnya selama Perpres belum dicabut, maka Program HGBT ini tetap harus jalan, dan semua pembantu presiden wajib untuk mengikuti Peraturan Presiden ini," ujar Taufiek.


(ily/ara)

Hide Ads