Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkap adanya praktek oplos terhadap LPG 3 kilogram (kg). Padahal, kata Bahlil, produk tersebut mendapat subsidi hingga Rp 87 triliun per tahun dari pemerintah.
Gas yang dioplos lantas dijual oknum tertentu ke pihak industri. Isu itulah yang menjadi salah satu alasan pemerintah mulai mengatur penjualan tabung gas melon.
Awalnya LPG 3 kg hanya bisa dijual di pangkalan resmi Pertamina dan tidak bisa di pengecer. Sayangnya kondisi itu menimbulkan kekisruhan dan memicu antrean panjang, sehingga mulai hari ini pengecer dibolehkan lagi menjual LPG 3 kg dengan peran baru sebagai sub-pangkalan.
"Bahkan ada sebagian yang dioplos untuk dijual ke industri. Masa barang subsidi dijual ke industri. Itulah lahirlah aturan ini," kata Bahlil di Pangkalan LPG 3 kg Kevin Alesandro di Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (4/2/2025).
Bahlil juga menyinggung harga LPG 3 kg di tingkat pengecer bisa naik dari harga yang seharusnya. Padahal idealnya harga satu tabung LPG 3 kg dijual di kisaran Rp 15.000.
Kalau pun lebih mahal maka paling maksimalnya adalah Rp 19.000 per tabung, mengingat pemerintah telah menggelontorkan subsidi Rp 36.000 per tabungnya. Meskipun harga yang diterima masyarakat kerap kali lebih tinggi dan bisa menyentuh Rp 25.000 hingga Rp 26.000 per tabung.
"Laporan yang masuk bahwa ada LPG 3 kilogram yang dijual di tingkat masyarakat sampai dengan Rp 25.000. Artinya kalau Rp 25.000 berarti subsidi kita berpotensi besar untuk tidak tepat sasaran," tuturnya.
"Maka kemudian kita tata agar belinya itu di pangkalan. Kenapa di pangkalan? Pertamina itu menyuplai langsung ke agen pangkalan. Ini masih bisa kita kontrol siapa yang beli, harganya berapa masih bisa. Tadi di sini kan Rp 16.000, berarti kan naik Rp 1.000," sambung Bahlil.
Mantan Ketua Umum HIPMI itu menjelaskan, di tingkat pengecer Pertamina tidak bisa mendata siapa yang membeli dan berapa harganya. Hal itulah yang kemudian membuka celah para oknum melakukan penyalahgunaan.
(acd/acd)