×
Ad

Bahlil Buka Suara soal Tambang Martabe Diduga Biang Kerok Banjir Sumatera

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 04 Des 2025 17:49 WIB
Foto: Menteri ESDM, Bahlil dipanggil Presiden Prabowo Subianto ( Firda/detik)
Jakarta -

Tambang Martabe disebut-sebut menjadi salah satu biang kerok bencana banjir bandang dan tanah longsor di Sumatera Utara. Tambang yang memproduksi emas itu terletak di Tapanuli Selatan, salah satu wilayah yang cukup parah diterpa bencana.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan dirinya sudah melakukan pengecekan secara langsung di Tambang Martabe. Menurutnya, lokasi tambang Martabe tidak berada di tempat banjir bandang terjadi.

"Saya cek juga kemarin ini di lokasi, itu tambang emas. Kalinya itu ada tiga, ada kali gede, dan yang kena banjir ini kali yang sedang yang tengah. Nah Martabe ini kali yang kecil," tegas Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2025).

Tim tambang Kementerian ESDM pun sudah melakukan pengecekan dan evaluasi pada Tambang Martabe. Nanti pihaknya akan memutuskan apakah ada masalah lingkungan atau tidak pada tambang tersebut.

"Tapi tim tambang masih melakukan evaluasi sampai sekarang. Tim kami sedang mengecek, sampai selesai baru kami putuskan," ujar Bahlil.

Ketika dikonfirmasi apakah operasional tambang tersebut akan berlanjut, sejauh ini Bahlil meminta operasi tambang berhenti dahulu. Tapi bukan karena ada masalah lingkungan atau masalah hukum, Bahlil meminta pengelola tambang untuk ikut membantu mengerahkan alat beratnya dalam penanganan bencana.

"Kemarin sih nggak berlanjut. Karena sekarang kami minta mereka bantu, fokus untuk alat mereka untuk bantu teman kita yang kena bencana," tegas Bahlil.

Evaluasi Total Tambang

Secara umum, Bahlil juga mengatakan pihaknya melakukan evaluasi besar-besaran pada tambang yang ada di kawasan bencana di Sumatera. Menurutnya tambang yang ada kebanyakan di Sumatera Utara, di Aceh pihaknya masih melakukan pengecekan, dan di Sumatera Barat tidak ada.

"Kalau di Sumbar itu nggak ada. Di Aceh pun kita lagi pengecekan. Nah kalau di Sumut tim kita lagi evaluasi, kalau tim evaluasi saya akan cek dampaknya, apalah tambang ini ada apa tidak," ujar Bahlil.

Dia menegaskan apabila tambang-tambang yang sudah dievaluasi memiliki dampak lingkungan yang tidak sesuai dengan kaidah dan aturan yang berlaku, pihaknya akan mengambil langkah tegas kepada perusahaannya.

"Saya pastikan kalau ada tambang atau IUP yang bekerja tidak sesuai kaidah dan aturan berlaku, kami akan berikan sanksi tegas," kata Bahlil.

Pengelola Tambang Buka Suara

Kembali ke Tambang Martabe, dalam catatan detikcom, PT Agincourt Resources (PTAR) selaku pengelola tambang sudah membantah operasionalnya menjadi salah satu penyebab parahnya bencana di Sumut.

"Temuan kami menunjukkan bahwa mengaitkan langsung operasional Tambang Emas Martabe dengan kejadian banjir bandang di Desa Garoga merupakan kesimpulan yang premature," tulis Manajemen PTAR dalam keterangan resmi.

PTAR menyatakan ada sejumlah faktor yang menyebabkan bencana alam tersebut terjadi, salah satunya adalah terkait dengan curah hujan. Siklon Senyar menyebabkan hujan dengan intensitas sangat lebat di wilayah Tapanuli Selatan. Curah hujan ini begitu ekstrem dan secara statistik mewakili curah hujan maksimum yang tidak pernah terjadi setidaknya dalam 50 tahun terakhir.

Hujan dengan volume luar biasa tersebut jatuh merata di seluruh Sumatera bagian utara termasuk kawasan Hutan Batang Toru, sebuah kawasan hulu dari sungai-sungai utama yang mengalir di Kecamatan Batang Toru, seperti Sungai (Aek) Garoga, Aek Pahu, dan Sungai Batang Toru.

PTAR menjelaskan titik utama dan awal bencana banjir terjadi di Desa Garoga yang berada di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Garoga serta menyebar ke beberapa desa tetangga seperti Huta Godang, Batu Horing, dan Aek Ngadol Sitinjak.

Dia mengatakan bencana banjir bandang diakibatkan ketidakmampuan alur Sungai Garoga menampung laju aliran massa banjir. Hal ini dipicu oleh efek penyumbatan masif material kayu gelondongan di Jembatan Garoga I dan Jembatan Anggoli (Garoga II).

Efek sumbatan ini mencapai titik kritis pada 25 November sekitar pukul 10 pagi, yang menyebabkan perubahan tiba-tiba pada alur sungai. Akibatnya, dua anak sungai Garoga bergabung menjadi satu aliran baru yang menerjang langsung Desa Garoga.

PTAR beroperasi di sub DAS Aek Pahu yang secara hidrologis terpisah dari DAS Garoga. Meskipun kedua sungai tersebut bertemu, titik pertemuannya berada jauh di hilir Desa Garoga dan terus mengalir ke pantai barat Sumatra, sehingga aktivitas PTAR di DAS Aek Pahu tidak berhubungan dengan bencana di Garoga.

Meskipun beberapa peristiwa longsoran terpantau di sub DAS Aek Pahu tidak ada fenomena banjir bandang di sepanjang aliran sungai ini. Karena berbeda dengan Sungai Garoga, tidak ditemukan aliran lumpur dan batang kayu yang intensif di Sungai Aek Pahu, yang dapat menjadi pemicu sumbatan massif.

Lima belas Desa Lingkar Tambang yang sebagian besar berada di sub DAS Aek Pahu tidak mengalami dampak yang signifikan, bahkan saat ini difungsikan sebagai pusat-pusat pengungsian.

PTAR memastikan dalam setiap operasional pihaknya selalu mengacu pada peraturan pemerintah serta patuh terhadap aturan terkait lingkungan. Tambang Emas Martabe melakukan kegiatan penambangan sepenuhnya di kawasan dengan status Areal Penggunaan Lain (APL).

Selama beroperasi, PTAR terus mendukung upaya perlindungan lingkungan termasuk konservasi air, udara, tanah dan lebih jauh konservasi keanekaragaman hayati berkolaborasi dengan institusi-institusi nasional maupun internasional.

Simak juga Video 'Kata Bahlil Soal Dugaan Banjir di Sumatera Akibat Tambang Ilegal':




(acd/acd)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork