Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra mengungkapkan sejak pertama kali didirikan OVO belum pernah sama sekali mengenakan biaya kepada pengguna. Memang, hal ini dilakukan karena perusahaan masih fokus dalam mengedukasi masyarakat.
"Sejak pertama berdiri kita belum pernah kenakan charge kan. Ya ini kan pasarnya memang baru, dua tahun lalu orang belum kenal apa itu e-wallet," kata Karaniya kepada detikcom, Minggu (26/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengungkapkan, layanan uang elektronik dan e-wallet ini sejatinya memudahkan masyarakat. Selain itu biaya yang dibebankan juga lebih murah jika dibandingkan dengan cash.
![]() |
Menurut dia, setiap transaksi keuangan yang terjadi di fintech seperti OVO, baik pembayaran, isi ulang sampai pengiriman uang ada backbone yang bekerja.
"Ada infrastruktur dan kita juga kerja sama dengan mitra, ini pasti ada biayanya. Selama ini, karena untuk kepentingan edukasi, cost-nya kami yang tanggung. Sekarang, masyarakat sudah teredukasi, dan regulator mengharapkan fintech bisa jadi bisnis yang sehat dan tumbuh. Karena itulah kita mulai kenakan charge," imbuh dia.
Dia menjelaskan, biaya ini sangatlah kompetitif, dan merupakan bentuk komitmen OVO untuk terus mendukung sistem pembayaran digital Indonesia yang inklusif dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, sekaligus tetap memastikan kualitas layanan yang terpercaya dan aman bagi pengguna.
Pengenaan biaya top up ini juga sebelumnya telah dilakukan oleh penyelenggara jasa sistem pembayaran elektronik (e-money dan e-wallet) lain.
Simak Video "Tak Hanya Online, OVO Juga Hadirkan 8 Juta Titik Top Up Saldo Offline"
[Gambas:Video 20detik]
(kil/ara)