Kejanggalan Dalam Gagal Bayar TaniFund Rp 14 M yang Bikin Investor Curiga

Kejanggalan Dalam Gagal Bayar TaniFund Rp 14 M yang Bikin Investor Curiga

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Selasa, 06 Des 2022 16:05 WIB
Konferensi Pers Gagal Bayar Para Investor TaniFund
Konferensi pers investor TaniFund terkait gagal baya (Foto: Shafira Cendra Arini/detikcom)
Jakarta -

Para investor dari platform peer-to-peer (P2P) lending TaniFund, berencana menggugat perusahaan terkait permasalahan gagal bayar dengan kisaran total Rp 14 miliar dari total 128 investor.

Selaku kuasa hukum para investor, Tim Firma Hukum Bintang Mulia dan Rekan, Josua Victor mengatakan, para investor belum menerima pembagian hasil dari TaniFund sejak November 2021. Setelah ditelusuri, ada beberapa kejanggalan yang ditemukan oleh pihaknya menyangkut kesepakatan antara para lender bersama dengan TaniFund.

"Aturan mainnya, klien kami tidak berhubungan langsung dengan petani. Namun dibuat perjanjian antara klien dengan PT TaniFund. Perjanjian berisi klausul-klausul pasal yang setelah dipelajari kurang fair dan adil," ujar Josua, kepada wartawan di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (6/12/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Poin pertama yang digarisbawahi Josua ialah, adanya klausul yang menyebut apabila terjadi fraud atau kecurangan, semua dilimpahkan ke pihak ketiga yakni peminjam yang dalam hal ini petani. Yang juga dipermasalahkan ialah para lender atau investor ini tidak diberikan kuasa untuk menginterupsi perjanjian.

"Sejak awal, kami mempermasalahkan klausul baku yang mana di UU konsumen itu dilarang. Prakteknya itu hanya disodorkan perjanjian untuk ditanda tangan, tidak diberi kesempatan untuk mengubah isinya. Hal ini dilarang di Pasal 29 Ayat 1 POJK No.6/POJK.07/2022," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Poin berikutnya ialah, TaniFund tidak memberikan informasi yang transparan kepada para lender. Terutama menyangkut siapa saja para petani peminjam, kontak pribadinya, dana yang sudah terealisasi peminjam, rekeningnya, hingga tingkat pengembalian.

"Sebelumnya, klien sudah berkomunikasi dengan yang mengaku menaungi TaniFund. Mereka tidak menemui klien (TaniFund) namun mengutus orang menjembatani. Banyak keterangan yang mengagetkan," kata Josua.

Keterangan dari sang mediator inilah yang menambah kekagetan dari para klien Josua. Yang pertama ialah, disebutkan adanya fraud atau kecurangan oknum dalam internal TaniFund. Dalam hal ini, mediator seolah menyalahkan para jajaran manajemen lama TaniFund yang pada Juni kemarin keluar dari perusahaan.

Yang berikutnya ialah, pihak TaniFund berdalih kegagalan panen yang dialami petani disebabkan faktor alam (hujan dan hama) menjadi pemicu gagal bayar kepada investor.

"Borrower (petani) sendiri tidak ada pernyataan tertulis kalau mereka gagal bayar. Gimana bisa percaya bahwa itu benar terjadi? Namun sampai sekarang belum ada klarifikasi langsung. Minimal kline diajak ke lokasi, ini loh kondisinya," jelasnya.

Tidak berhenti sampai di situ, yang lebih mengejutkan, Josua menemukan status TaniFund merupakan perusahaan yang dioperasikan lewat penanaman modal asing (PMA). Padahal, sebelumnya perusahaan ini digadang-gadang bisa mendukung karya anak bangsa.

Sementara itu, salah satu pengacara dari tim yang sama, Hardi Purba mengatakan, para kliennya juga hingga saat ini belum menerima pembayaran dari pihak asuransi. Padahal dalam perjanjian, disebutkan investasi dilindungi asuransi hingga 80%.

"Tidak ada kabar. Perusahaan asuransinya apa, dan bagaimana kontraknya. Patut diduga TaniFund berbohong. Kalau benar terjadi fraud, benar terjadi penyalahgunaan dana klien kami," ucapnya.

Lanjut ke halaman berikutnya.

Lebih lanjut, salah satu lender TaniFund, Inka menyampaikan, sebelumnya pihaknya sudah pernah menanyakan perkara siapa perusahaan asuransinya beserta detail-detail lainnya. Namun hasilnya nihil.

"Tidak ada polisnya, tertulis pasar polis. Itu tidak bisa dilihat asuransinya apa. Kami sudah pernah minta, tapi mereka bilang tidak punya kewajiban memberi tahu kita," kata Inka.

Inka juga mencurigai soal alasan gagal panen yang disebutkan oleh pihak TaniFund. Menurutnya, tidak masuk akal apabila dari sekian banyak lahan yang lokasinya berbeda, terjadi gagal panen hampir di semua tempat.

"Posisi kelompok tani kan beda-beda. Logikanya apa bisa terjadi force majeure di saat bersamaan? Ada juga bilang ada borrower (petani) yang nakal. TaniFund katanya sudah beri surat peringatan 1, 2 dan 3, kalimatnya begitu. Tapi belum ada langkah konkret mau diapakan," ujar Inka.

Dalam mediasi yang hampir dijalankan selama 1 bulan di bulan Oktober pun, Inka mengatakan, mediator seolah hanya memaparkan permasalahan-permasalahan yang tengah dihadapi perusahaan tanpa memberikan solusi.

"Saat kita beri surat resmi, minta bertemu, dengan list pertanyaan, dengan force majeure, apa yang akan dilakukan terkait fraud, dan lainnya, surat resmi kita nggak dijawab. Mereka menutup komunikasi," ungkapnya.

Inka mengaku, pihaknya juga sudah berupaya mengadukan hal ini pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pihak pengawas, namun komunikasi dikembalikan lagi ke pihak TaniFund hingga berujung pada jawaban yang sama.

Karena itulah, Inka bersama jajaran lender lainnya berharap, TaniFund melakukan itikad baik untuk berdiskusi dan terbuka kepada para investor. Apalagi mengingat jumlah investor keseluruhan mencapai ribuan orang dengan besaran investasi mulai dari di bawah Rp 2 juta hingga ratusan juta.

Apabila setelah surat somasi dikirimkan dan perusahaan tidak juga merespon dalam jangka waktu seminggu, berkemungkinan para lender akan mengajukan gugatan hukum perdata.

detikcom telah menghubungi pihak TaniFund untuk melakukan konfirmasi. Namun hingga kini belum ada respons. Adapun pihak TaniFund yang dihubungi adalah Co-Founder & CEO TaniHub Pamitra Wineka dan Corporate Communications Manager Grace Dwitiya Amianti.


Hide Ads