Jakarta -
Direktur Utama Danacita, Alfonsus Wibowo mengatakan perusahaannya tidak ingin disebut sebagai penyedia layanan pinjaman online (pinjol) karena istilah tersebut sering dikaitkan dengan praktik pendanaan ilegal, tidak beretika, dan berkonotasi negatif.
Pernyataan ini disampaikannya seiring Danacita menjadi sorotan banyak pihak karena menyediakan layanan pinjol bagi mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang kesulitan membayar biaya kuliah atau Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Menurutnya, Danacita sebagai perusahaan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan Keputusan Anggota Komisioner OJK Nomor KEP-68/D.05/2021 tanggal 02 Agustus 2021, memiliki misi untuk memperluas akses pendidikan di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Danacita adalah penyedia Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) yang senantiasa berkomitmen untuk melakukan praktik layanan pendanaan yang bertanggung jawab," katanya dalam keterangan resminya, dikutip Selasa (30/1/2024).
Alfonsus mengatakan Memorandum of Understanding (MoU) antara Danacita dan ITB ditandatangani pada 10 Agustus 2023. Kedua belah pihak menyepakati bahwa Danacita hadir sebagai salah satu solusi alternatif bagi mahasiswa ITB. MoU tersebut bertujuan untuk memberikan fleksibilitas bagi mahasiswa yang belum dapat membayar langsung biaya kuliah (UKT).
Ia menambahkan, Danacita menjalankan praktik layanan pendanaan yang bertanggung jawab dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menentukan pendanaan, sesuai kemampuan dari penerima dana (pelajar dan/atau wali).
Alfonsus menjelaskan, pihaknya juga mengacu kepada pedoman perilaku yang dikeluarkan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), sebagai asosiasi yang mewadahi seluruh perusahaan penyelenggara LPBBTI yang ditunjuk oleh OJK.
Bahaya nggak kampus gandeng pinjol? Cek halaman berikutnya.
Risiko Kampus Sediakan Layanan Pinjol
Ketua Eksekutif Literasi & Edukasi, Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) sekaligus perencana keuangan Aidil Akbar Madjid mengatakan sesungguhnya layanan pembiayaan kuliah melalui pinjaman sudah dilakukan sejak lama oleh berbagai institusi pendidikan.
Namun sebelumnya model pembiayaan ini biasanya hanya tersedia melalui layanan pinjaman di perbankan. Karenanya selama ini pinjaman biaya kuliah tidak menjadi sorotan masyarakat seperti kasus layanan pinjol yang disediakan ITB.
Menurutnya layanan ini menjadi sorotan semata-mata karena banyak masyarakat yang memiliki stigma atau pandangan negatif terhadap pinjol. Kondisi tersebut juga diperparah banyaknya layanan pinjol illegal dan kasus orang terjerat pinjol (baik legal maupun ilegal) yang akhirnya berdampak fatal bahkan sampai ada yang bunuh diri.
Di sisi lain, Aidil juga berpendapat jika pemanfaatan pinjol untuk pembayaran uang kuliah ini memang memiliki sejumlah risiko bagi mahasiswa bersangkutan. Sebab para pelajar ini kemungkinan besar belum bekerja sehingga tidak punya penghasilan untuk membayar cicilan.
Menurutnya apabila memang cicilan tersebut kemudian dapat dibayarkan oleh orang tua murid dari mahasiswa maka sebenarnya konsep ini bisa membantu yang bersangkutan untuk membiayai uang kuliah anak-anak mereka.
"Berapa banyak mahasiswa yang tidak bisa ikut ujian atau tidak bisa kuliah karena kurangnya biaya. Artinya secara bisnis, selama yang dilakukan sudah sesuai dengan aturan dan regulasi OJK berarti tidak ada masalah," terang Aidil.
Akan tetapi bila mahasiswa dituntut untuk membayar cicilan sendiri sementara mereka tidak punya pekerjaan atau tidak punya kemampuan membayar cicilan, maka ini bisa menimbulkan masalah besar di kemudian hari.
Menurutnya pihak penyelenggara pinjol akan rugi karena terpapar kredit macet yang kemungkinan bisa saja tinggi apabila banyak dari mahasiswa/wi yang kemudian tidak mampu membayar cicilan karena sebab apapun.
Sedangkan mahasiswa akan mengalami kerugian berupa buruknya credit scoring di layanan SLIK OJK karena tidak mampu membayar kembali utang pinjolnya. Apalagi menurutnya saat ini semakin banyak perusahaan yang sudah mengikut sertakan SLIK sebagai salah satu persyaratan dalam menerima karyawan baru mereka.
Parahnya kondisi ini dinilai dapat membuat para pelajar kesulitan untuk diterima bekerja di perusahaan besar dan bergengsi kemudian hari. Belum lagi ditambah dengan kesulitan untuk mendapatkan kredit lainnya seperti kartu kredit, kredit kendaraan dan KPR di kemudian hari.
"So (jadi), bijaksana lah dalam menggunakan pinjol untuk pembiayaan kuliah ini. Pastikan punya kemampuan untuk mencicil pinjaman tersebut. Bila dirasa tidak punya kemampuan, jangan ambil pinjamannya," tegas Aidil.