Berdasarkan penelusuran Tim Riset CNBC Indonesia, total order pesawat Airbus dari Indonesia hingga Oktober 2019 mencapai 313 unit sedangkan total delivery mencapai 95 unit. Indonesia menyumbang 5,7% dari total order di kawasan Asia Pasifik.
Dari total pemesanan tersebut, maskapai penerbangan Citilink memesan 25 unit, Garuda 58 unit dan terbanyak Lion Air 230 unit.
Jika ditinjau lebih lanjut, jenis pesawat Airbus yang banyak dibeli Indonesia adalah A320neo, A320ceo dan A321neo. Jenis A320neo merupakan yang paling banyak di order dengan jumlah mencapai 146 unit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Memang order tersebut tak mungkin dibayar langsung kontan. Namun jika benar RI menggunakan peluru ini untuk menggertak Eropa tentu akan berdampak pada berkurangnya pangsa pasar Airbus di Asia Pasifik hingga 5%. Penurunan market share hingga 5% bukan jumlah yang kecil.
Jika dibandingkan dengan ekspor minyak sawit Indonesia ke Eropa pada 2018, jumlahnya lebih kecil dibanding pembelian Airbus. Pada 2018 Indonesia mengekspor sawit hingga 4,8 juta ton ke Eropa dengan perkiraan nilai mencapai US$ 4 miliar - US$ 5 miliar. Pasar Eropa menyumbang 18,75% pangsa pasar minyak sawit RI.
Tentu Indonesia punya posisi tawar yang kuat dalam hal ini. Belum lagi ditambah WTO yang memperbolehkan AS untuk mengenakan bea impor terhadap Uni Eropa akibat memberikan subsidi ilegal terhadap Airbus sebesar US$ 18 miliar.
Saat ini pemerintah Indonesia tengah mengupayakan penguatan pasar domestik untuk komoditas sawit melalui program biodiesel. Mulai Januari tahun depan rencananya program B30 mulai akan dilaksanakan.
Program B30 merupakan program untuk mengurangi ketergantungan impor minyak dan BBM. Program B30 menggunakan bahan bakar campuran 70% minyak diesel biasa dan sisanya minyak nabati seperti CPO. Diharapkan dengan berjalannya program ini konsumsi minyak Indonesia dapat turun hingga 165.000 barel per hari (bpd).
Selain itu pemerintahan Jokowi mendorong percepatan sertifikasi industri sawit berkelanjutan dengan harapan meningkatkan akses ke pasar. Rencana ini disahkan oleh Jokowi pada 22 November lalu sebagai bagian dari mewujudkan industri sawit yang berkelanjutan.
Instruksi lain yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2019 yang fokus pada penguatan data perkebunan, infrastruktur serta koordinasi antar lembaga. Jokowi juga menyoroti tentang pentingnya meningkatkan kapasitas petani monitoring dan pengelolaan lingkungan serta resolusi terhadap konflik.
Berita ini bisa dilihat juga di CNBC Indonesia melalui tautan berikut ini: Jangan Main-main Sama CPO RI, Pesanan 200 Airbus Bisa Batal! (ang/ang)