Namun telah diputuskan bahwa pungutan ekspor akan kembali diberlakukan mulai Januari 2019.
Pemerintah menetapkan pungutan ekspor sawit US$ 50 per ton, dengan catatan harga CPO yang berlaku di atas US$ 619 per ton. Namun bila harga di bawah US$ 619 dan di atas US$ 570 per ton, pungutan ekspor yang dikenakan hanya separuhnya, atau US$ 25 per ton.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penghimpunan dananya sudah tahu semua selama 2019 kan nol. Tadi juga rapat di Kantor Menko (Menko Perekonomian) tadi sesuai Permenkeu (Peraturan Menteri Keuangan) yang terakhir, mulai 1 Januari harusnya kita sudah mulai menghimpun dana lagi," kata Direktur Utama BPDPKS Dono Boestomi di Four Points, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2019).
Pihaknya masih menunggu harga referensi yang bakal ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). Menurut dia, Kemendag biasanya mengeluarkan referensi tarif di kisaran tanggal 20 tiap bulannya.
"Jadi nanti kita tunggu saja. Biasanya angka referensi dari Kemendag itu keluarnya sekitar tanggal 20 kalau nggak salah, tanggal 20 (Desember) nanti berapa (tarif) yang 1 Januari," jelasnya.
Setelah Kemendag mengeluarkan angka referensi harga sawit, BPDPKS akan langsung menyurati pihak-pihak terkait.
"Jadi nanti begitu kami terima kami langsung akan menyurati pihak-pihak terkait utamanya Bea Cukai, yang kedua tentu pengusaha-pengusaha yang akan melakukan ekspor produk-produk sawit dan turunannya," tambahnya.
Nanti dana hasil pungutan akan disimpan di mana?
Direktur Utama BPDPKS Dono Boestomi menjelaskan bahwa selama ini dana pungutan ekspor sawit dikelola di insturmen yang cenderung tradisional bahkan dianggap primitif. Pihaknya akan mengelola dana tersebut di surat utang negara.
"Kalau investasi yang saya bilang tradisional itu ya primitif, deposito saja selama ini," kata dia di Four Points, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2019).
Pihaknya sudah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Ke depannya kita mungkin dalam rangka meningkatkan hasil pengelolaan dana kami akan mulai masuk ke surat-surat utang negara. Saat ini kami terus berkomunikasi dengan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. Jadi sudah ada pembicaraan-pembicaraan," ujarnya.
Sebenarnya rencana tersebut sudah lama dibahas. Namun selama ini memang belum siap dari segi infrastruktur pendukungnya. Dana yang sejauh ini diizinkan oleh pemerintah untuk diinvestasikan di surat utang negara adalah Rp 2 triliun.
"Jadi ke depannya justru kinerja BPDP itu harus dilihatnya seperti judulnya badan pengelola dana. Jadi kinerjanya harusnya dilihat bagaimana pengelolaan ini bisa sustainable, bisa berkelanjutan untuk mendukung program-program yang ada kaitannya dengan industri sawit saat ini," tambahnya.
(toy/ang)