Indonesia sedang mengembangkan Vaksin Merah Putih. Hal itu dilakukan guna memenuhi kebutuhan vaksin jangka panjang untuk menjangkau seluruh masyarakat Indonesia, selain yang diproduksi dari luar negeri.
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Bambang Brodjonegoro mengatakan telah mengirim 114 whole genome sequencing (WGS) dari pasien positif COVID-19 di Indonesia kepada GISAID untuk memperkuat akurasi Vaksin Merah Putih.
"Untuk memperkuat akurasi vaksin tersebut kita terus melakukan WGS untuk mempelajari karakter virus yang bertransmisi di Indonesia. Saat ini kita sudah mengirimkan sebanyak 114 WGS kepada GISAID yang merupakan bank data virus influenza di dunia," tuturnya dalam konferensi pers virtual tentang Pengembangan Vaksin, Terapi dan Inovasi COVID-19, Selasa (20/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bambang menjelaskan saat ini Vaksin Merah Putih yang dikembangkan oleh Lembaga Biologi Molekular (LBM) Eijkman dan Universitas Indonesia (UI) sudah mencapai fase uji kepada hewan dan bakal diserahkan ke PT Bio Farma (Persero) pada awal 2021. Dari 6 lembaga yang mengembangkan vaksin, dua institusi itu yang paling cepat.
"Diperkirakan yang bisa paling cepat artinya awal tahun depan bisa diserahkan bibit vaksinya ke Bio Farma itu adalah yang dari Eijkman dan UI karena tahapannya sudah mendekati atau sudah masuk ke tahap uji hewan. Kalau semuanya lancar bulan Januari, paling lambat Februari kita sudah menyerahkan bibit vaksinnya ke Bio Farma," kata Bambang.
Setelah proses riset selesai, pihaknya akan memberikan bibit vaksin tersebut kepada Bio Farma untuk dilakukan uji klinis kepada manusia dan selanjutnya diserahkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk proses registrasi. Jika semua berjalan lancar, diperkirakan Vaksin Merah Putih sudah bisa disuntikkan triwulan III-2021.
"Jadi memang nantinya cepat tidaknya tergantung pada dua pihak itu. Tapi harapannya kalau lancar paling cepat triwulan III-2021, Vaksin Merah Putih sudah bisa tersedia dalam jumlah besar dan mulai bisa divaksinasi karena bagaimanapun kita harus mengikuti protokol mengenai vaksin ini secara disiplin dan ketat," tututnya.
Untuk mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity terhadap COVID-19, dibutuhkan sekitar 360 juta dosis vaksin. Sedangkan jika seluruh masyarakat Indonesia disuntikkan vaksin COVID-19 sebanyak dua kali, maka dibutuhkan sekitar 540 juta dosis vaksin.
"Untuk memperlancar produksi, hitungannya kalau menggunakan herd immunity itu 2/3 penduduk harus divaksin atau sekitar 180 juta. Kalau satu orang butuh dua kali vaksin, maka dibutuhkan minimal 360 juta (dosis). Kalau semua orang divaksin, maka kita butuh 270 dikali 2 alias 540 juta (dosis)," jelasnya.
Untuk bisa memenuhi itu, Bio Farma akan bekerja sama dengan beberapa pihak swasta. Hingga saat ini yang sudah tertarik untuk pengembangan vaksin ada Kalbe Farma (PT Kalbe Farma), Sanbe Farma (PT Sanbe Farma), Biotek (PT Biotek Farmasi Indonesia), Tempo Scan (PT Tempo Scan Pacific Tbk), dan Daewang (Daewoong Pharmaceutical Co).
(ara/ara)