Pemerintah belum putuskan apakah akan membeli vaksin Pfizer atau tidak untuk disuntikkan ke masyarakat Indonesia. Padahal vaksin dari perusahaan farmasi asal Amerika Serikat (AS) yang bekerja sama dengan BioNTech itu klaim terbarunya sudah efektif 95% untuk mencegah virus Corona (COVID-19).
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Bambang Brodjonegoro mengatakan vaksin Pfizer harus disimpan pada suhu minus 70 derajat celcius agar tidak rusak. Jika Indonesia membeli vaksin tersebut, maka butuh biaya logistik yang mahal.
"Itu (vaksin Pfizer) akan menimbulkan problem di logistiknya karena sampai hari ini informasinya membutuhkan fasilitas pendingin minus 70 derajat. Fasilitas yang ada di kita misalnya lemari es, pendinginnya, itu nggak ada yang minus 70 derajat apalagi kan kita bicara distribusi vaksin ini seluruh Indonesia yang fasilitas pendinginnya rata-rata seperti yang umumnya lah antara 0-8 derajat lah kira-kira," kata Bambang saat bincang khusus dengan detikcom, Kamis (19/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika tidak memenuhi syarat tersebut, kata Bambang, vaksin Pfizer tidak akan efektif. "Logikanya kenapa kita belum mengambil keputusan, logistiknya nanti gimana karena vaksin itu harus disimpan di minus 70, kalau enggak ya vaksin itu tidak efektif atau tidak bermanfaat untuk program vaksinasi. Memang vaksin itu efektif mungkin ya, sekali lagi masih klaim, tapi kita harus hargai juga nanti apakah vaksin itu operationable di Indonesia atau tidak," ucapnya.
Syarat itu harus dipenuhi karena vaksin Pfizer menggunakan metode mRNA dalam pembuatan vaksinnya. Model itu diklaim baru dan belum pernah digunakan dalam pembuatan vaksin yang sudah beredar saat ini.
"Metode mRNA ini metode terbaru dalam pengembangan vaksin. Sedangkan kita kebanyakan menggunakan protein rekombinan atau seperti Sinovac inactivated virus, ini vaksin-vaksin yang sudah beredar sebelumnya. mRNA ini memang jenis pendekatan baru sehingga nanti kalau ada vaksin COVID dari mRNA ini mungkin jadi salah satu vaksin mRNA pertama yang bisa dipakai," tandasnya.
Berdasarkan catatan detikcom, cara kerja vaksin mRNA diproses dalam sel untuk membuat protein. Setelah protein diproduksi, akan memberikan respons terhadap tubuh untuk menciptakan kekebalan. Dalam hal ini, protein yang dihasilkan adalah spike protein COVID-19. Peneliti menemukan vaksin mereka bisa membuat tubuh responden memproduksi antibodi 1,8 sampai 2,8 kali lebih tinggi daripada pasien Corona yang sembuh alami.
(dna/dna)