Dia menjelaskan seperti pada pilar pengendalian konsumsi, tingkat prevalensi perokok usia dini di Indonesia masih berada di level 9,1% yang artinya dari 100 anak usia dini sekitar 9 orang sudah merokok.
"Makanya di RPJMN jelas di tahun 2024 ditargetkan dari 9,1% turun menjadi 8,7%, itu dari segi pengendalian dan memang cukai merupakan skema fiskal mengendalikan konsumsi rokok," jelasnya.
Sementara Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Atong Soekirman mengatakan keputusan kenaikan tarif cukai rokok sebesar 12,5% merupakan titik keseimbangan dari berbagai kepentingan yang ada di dalam empat pilar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah itu mempertemukan titik keseimbangan dari berbagai kepentingan. Kalau kita bicara proses kenaikan CHT itu cukup panjang, secara internal kita diskusikan," kata Atong.
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal, Pande Putu Oka mengungkapkan, pemerintah pun tetap membuka pintu selebar-lebarnya kepada seluruh stakeholder untuk memberikan masukan dan pengawasan terhadap kebijakan cukai hasil tembakau yang akan diterapkan pada tahun 2021.
"Tidak menutup ruang untuk diberikan masukan lebih lanjut, untuk optimalkan dilapangan dan kira-kira perbaikan apa untuk mengoptimalkan hasilnya," kata Oka.
(hek/fdl)