Jakarta -
Ketua Pengurus Daerah Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM SPSI) Jawa Tumur, Purnomo menegaskan, pihaknya tidak mencampuri soal simplifikasi tier cukai.
Pihaknya fokus pada perlindungan kepentingan buruh dan Penolakan kenaikan cukai. Soal kebijakan Simplifikasi diserahkan kepada pemerintah Pusat.
"Kami tidak mencampuri urusan Simplifikasi penarikan cukai. Kami fokus pada Penolakan kenaikan cukai dan perlindungan kepentingan buruh. Soal simplifikasi kami serahkan kepada pemerintah Pusat. Serikat pekerja RTMM Jawa Timur fokus melindungi tenaga kerja. Tupoksi FSP RTMM SPSI Jawa Timur adalah perlindungan terhadap anggota atau buruh. Sehingga terkait pengaturan simplifikasi tier cukai kami menyerahkannya kepada pemerintah pusat," ujar Ketua PD FSP RTMM SPSI Jawa Timur, Purnomo kepada pers, kemarin di Surabaya.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Ketua FSP RTMM SPSI Jawa Timur, Purnomo secara tegas menyatakan penolakannya terhadap rencana kenaikan cukai rokok. Karena hal tersebut dapat mengancam nasib ribuan bahkan jutaan buruh rokok dan tembakau.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan dimuatnya statement kami ini, maka surat kami No 425 /ADM/13.G/PD.RTMM/IX/2021 kami cabut, dan kami anggap selesai. Selanjutnya, kami berharap Kerjasama antara kawan kawan wartawan pers dan media massa dengan PD FSPRTMM Jawa Timur dapat terus ditingkatkan" papar Ketua PD FSP RTMM SPSI Jawa Timur Purnomo.
Pada kesempatan yang sama, Ketua PD FSP RTMM SPSI Jawa Timur, Purnomo juga menjelaskan pihaknya sudah berkirim surat kepada Presiden RI yang disampaikan melalui Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Surat tersebut antara lain meminta pemerintah membatalkan rencana kenaikan cukai rokok. Pemerintah juga diminta tidak merevisi PP 109/2012.
Bagaimana sikap buruh lainnya? Buka halaman selanjutnya.
Simplifikasi Mematikan IHT
Berbeda dengan Ketua FSP RTMM SPSI Jawa Timur, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat (APTI NTB) Sahminudin, justru berpendapat, Simplifikasi tier cukai rokok yang dikampanyekan salah satu perusahaan rokok besar kepada berbagai instansi pemerintah khususnya kementrian keuangan, bukan lagi penyederhanaan cukai rokok. Tapi pengurangan golongan tembakau. Bahkan penghilangan pabrik pabrik rokok kecil dan menengah.
Kelak kalau simplifikasi rokok dibiarkan terus terjadi tidak tertutup kemungkinan pabrik atau perusahaan rokok yang tersisa di Indonesia, hanya tinggal tiga bahkan hanya ada satu. Industri rokok atau tembakau nasional nasibnya akan sama dengan industri garam. Yang berjaya adalah garam import.
"Penyebutan simplifikasi tier cukai rokok itu adalah pembodohan dan pembohongan. Dari 10 golongan rokok dihilangkan menjadi 4. Jadi yang sebernanya terjadi, itu bukan simplifikasi tapi pengurangan atau penghilangan golongan rokok. Bahkan upaya mematikan industri rokok di tanah air," tegas Ketua APTI NTB Sahminudin.
Menurut Sahminudin Pemerintah khususnya Menkeu menyetujui simplifikasi yang disodorkan oleh perusahaan rokok asing karena bagian dari konspirasi FCTC (Framework convention tobacco control), konvensi untuk mematikan industri rokok di tanah air. Nanti digantikan oleh rokok import.
"Industri rokok di tanah air mau dimatikan, petani dan buruh rokok akan kehilangan lapangan pekerjaan, lewat simplifikasi, masak didukung pemerintah? Kita harus berpikir Panjang ke depan, untuk melindungi nasib dan masa depan petani tembakau dan cengkih juga buruh buruh yang bekerja di industri rokok dan tambekau, " tegas Sahminudin..
Lebih lanjut Sahminudin menjelaskan, Saat ini rokok di tanah air terdiri dari 3 golongan. Sigaret kretek tangan (SKT), Sigaret kretek mesin (SKM) dan Sigaret putih mesin. Total Tier cukai rokoknya berjumlah 10 golongan. Terdiri dari SKT 4 golongan. SKM ada 3 golongan cukai rokok. Dan SPM juga ada 3 tier golongan cukai.
Di SKT ada 4 golongan tier cukai rokok golongan III, golongan II, dan Golongan I B dan IA. Di SKM ada 3 golongan. Golongan 2 B dan golongan 2A, dan golongan 1. Di SPM ada golongan tier cukai rokok. Golongan 2 A, golongan 2 B, Golongan 1.
"Cukai Hasil Tembakau Golongan III lebih kecil dari Golongan II dan lebih kecil dari golongan Golongan I. Golongan IA lebih besar dari Golongan I B. Atau golongan I B lebih kecil dari golongan I A. Demikian juga di SPM. Golongan II B lebih kecil cukai hasil tembakaunya dari golongan IIA. Golongan IIA lebih kecil dari golongan I. Rokok jenis sigaret kretek mesin atau SKM dan Sigaret Putih Mesin atau SPM, jumlah golongannya sama 3. Tapi golongan cukai hasil tembakau SPM lebih tinggi dari pada cukai hasil tembakau SKM. Atau CHT SKM lebih rendah dari CHT nya SPM," papar Sahminudin.
Sahminudin memaparkan, Kalau simplifikasi jadi dilakukan, dari 10 golongan cukai akan dijadikan 4 cukai hasil tembakau. Bahkan nanti kemungkinan menjadi satu jenis cukai hasil tembakau. Beratri industri rokok yang memproduksi rokok dengan jumlah sedikit pun harus membayar cukai rokok sama besarnya dengan industri besar.
"Lama lama ini akan mematikan pabrik pabrik rokok kecil. Perusahaan rokok yang memproduksi rokok dengan jumlah kecil disamakan bayar cukainya dengan pabrik rokok besar. Pabrik rokok kecil akan mati. Otomatis penyerapan tembakau juga menjadi sedikit. Dan hanya diserap satu peruahaan rokok besar. Kalau sudah satu perusahaan rokok berarti itu monopoli. Perusahaan rokok yang melakukan monopoli itu, bisa dengan seenaknya menentukan harga beli tembakau petani . Ini berbahaya" papar Sahminudin.
Ditambahkan oleh Ketua APTI NTB, tahun 2007 jumlah golongan rokok cukai hasil tembakau ada 25-30 golongan. Dilakukan simplifikasi menjadi 10. Akibat simplifikasi jumlah pabrik atau perusahaan rokok yang semula 4.793 tahun 2008 langsung drop pabrik rokok menjadi 3. 295. Dilakukan simplifikasi terus saat ini perusahaan atau pabrik rokok tinggal 456 pabrik.
"Simplifikasi dilakukan mulai tahun 2008 sampai 2018. Setiap tahun dilakukan pengurangan golongan Cukai Hasil Tembakau. Sampai sekarang jumlahnya menjadi 10. Akibatnya pabrik rokok tinggal 456 pabrik rokok. Pabrik rokok yang lain mati karena gak tahan bayar cukai rokok dan persyaratan pendirian keberadaan pabrik rokok. Otomatis tenaga kerja kehilangan lapangan pekerjaan,' Papar Sahminudin.
Lebih lanjut Sahminuddin memaparkan, Petani tembakau juga kehilangan pembeli tembakau. Kalau pabrik rokok banyak harga rokok murah sehingga konsumen rokok mampu membeli rokok. Kalau pabrik rokoknya sedikit berarti rokoknya Jadi mahal. Konsumen gak sanggup beli. Di sisi lain, kalau masyarakat gak sanggup beli rokok bermerk, pabrik rokok akan banyak yang tutup. Jumlah tenaga kerja akan kehilangan lapangan pekerjaan. Petani tembakau juga akan kehilangan pembeli. Ini dampak buruk dari Simplifikasi cukai