Para pelaku industri hasil tembakau (IHT) dan buruh kompak menolak rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2022. Rencana itu dikhawatirkan akan berdampak buruk terhadap nasib pekerja industri itu.
"Kami meminta tidak ada kenaikan cukai rokok. Rencana kenaikan cukai rokok yang disampaikan pemerintah, itu akan mematikan nasib jutaan buruh industri rokok dan tembakau di seluruh Indonesia," kata Ketua Umum Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM SPSI) Jawa Timur, Purnomo dalam konferensi pers Senin (20/9/2021) lalu.
Penolakan kenaikan cukai rokok seakan rutin terjadi setiap tahunnya. Tetapi apakah benar kebijakan itu berdampak ke industri atau pekerjanya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenaikan cukai sebenarnya tidak berdampak langsung kepada pekerja rokok," ungkap Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah saat dihubungi.
Piter menjelaskan dampak ke pekerja atas kenaikan cukai rokok didasarkan asumsi bahwa kenaikan cukai akan menurunkan konsumsi dan produksi rokok. Tetapi faktanya hal itu tidak terjadi, berapapun harganya orang cenderung tetap akan membeli.
"Kenaikan cukai rokok tidak menurunkan konsumsi dan produksi rokok. Artinya tidak ada dampak kenaikan cukai rokok ke pekerja dan buruh rokok," imbuhnya.
Hanya saja memang, kenaikan cukai rokok secara tidak langsung akan mengurangi keuntungan industri rokok, terutama pengusaha rokok kecil. Itu sebabnya mereka menolak kenaikan cukai rokok setiap tahunnya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Director Political Economy & Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan. Kenaikan cukai rokok dinilai tidak berdampak ke pekerja, hal itu dilihat dari enam tahun berturut-turut sebelumnya yang juga terjadi kenaikan.
"Enam tahun ini tidak ada dampak ke pekerja. (Kenaikan cukai rokok ditolak setiap tahun) kamuflase aja, tapi tentu saja tanpa kenaikan lebih bagus bagi industri," bebernya.
(dna/dna)