Tarif Cukai Naik Tahun Depan, Apa Dampaknya?

Tarif Cukai Naik Tahun Depan, Apa Dampaknya?

Siti Fatimah - detikFinance
Kamis, 18 Nov 2021 11:22 WIB
Cukai rokok 2021 naik menjadi 12,5%. Kenaikan tarif tersebut mulai berlaku pada Februari 2021 mendatang.
Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) kembali ditunda hingga akhir November ini. Tarif CHT yang terus naik setiap tahun, dinilai Pemerintah dapat menekan prevalensi merokok masyarakat. Kenaikan tarif CHT ini dinilai bukannya menurunkan prevalensi merokok masyarakat Indonesia, namun justru membuat peredaran rokok ilegal semakin merajalela.

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO), Benny Wachyudi menilai bahwa semakin tinggi kenaikan tarif cukai, maka akan semakin semangat produsen rokok ilegal memanfaatkan momentum ini.

"Data dari survey selama ini, konsumsi rokok tidak turun, tapi faktanya pembelian cukai menurun, artinya terdapat selisih yang diisi oleh rokok ilegal," jelasnya. Ia juga mengatakan bahwa rokok ilegal tidak berjalan sendiri. Ini ada pelaku utamanya, ada pelindungnya, ada juga yang memuluskan jalannya, dan adapengedarnya. Ini harus jadi serious crime, atau bahkan extraordinary crime!" tegasnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengamat dari Universitas Padjajaran (UNPAD) Satriya Wibawa menilai bahwa ini hanya akalakalan Pemerintah saja. Tembakau seolah dijadikan kambing hitam yang kontra dengan kehidupan yang lebih sehat. Menurutnya, Pemerintah melihat sektor tembakau sebagai peluang yang bisa dimainkan. Ia juga melihat adanya tekanan dari luar atau pihak asing, seperti kewajiban untuk meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), sebuah konvensi yang diinisiasi oleh WHO untuk mengatasi isu konsumsi rokok di dunia, yang dijadikan syarat untuk pinjaman luar negeri.

"Seperti yang kita ketahui, FCTC bahkan dijadikan syarat untuk pinjaman luar negeri. Kita juga tidak menutup mata, bahwa ada industri raksasa yang dinilai mengincar tembakau di Indonesia. Pertama, karena pasar dalam negeri sangat potensial. Kedua, tembakau di Indonesia lebih murah dibanding tembakau manapun," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Alih-alih menaikkan tarif CHT untuk menekan prevalensi merokok di Indonesia, kenaikan tarif ini dinilai justru membuat peredaran rokok ilegal semakin marak, terutama di wilayah Batam dan Sumatera bagian utara. Menurutnya, aturan ini kontra produktif.

"Justru kalau cukai semakin tinggi, semakin tidak masuk akal, semakin banyak orang tidak membeli pita cukai atau akan mengakali pita cukai. Suatu saat, orang akan berani memproduksi sesuatu yang ilegal, dan negara justru tidak akan menerima pemasukan lagi dari Industri Hasil Tembakau (IHT)," jelasnya.

Ia menambahkan bahwa kenaikan tarif CHT yang tinggi bukan hanya akan mematikan industri kecil, tapi juga akan membuat negara ini menyesal, karena pada akhirnya, tembakau yang kita tanam sendiri, kita produksi sendiri, akan menjadi milik asing.

"Jangan sampai Indonesia menyesal pernah memiliki tembakau dan hanya tinggal sejarah. Padahal tembakau merupakan komoditi asli Indonesia yang telah menjadi aset dan dignity dari Indonesia." Tutupnya.

Menanggapi isu kenaikan tarif cukai hasil tembakau, yang berbarengan dengan rencana penyederhanaan golongan tarif cukai atau Simplifikasi, Firman Soebagyo, anggota Komisi IV DPR-RI menilai bahwa tembakau masih menjadi potensi penerimaan negara yang cukup besar yang memberikan andil hingga mencapai Rp173 Triliun. "Jangan sampai, Simplifikasi dan kenaikan tarif cukai mematikan perusahaan-perusahaan kecil," tegasnya. "Amanat Presiden, pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) harus dilindungi, karena menyerap tenaga kerja dengan padat karya," tambahnya.

Penyederhanaan golongan tarif cukai dapat dipastikan berdampak pada pengangguran dan matinya industri kecil. Firman khawatir akan nasib petani tembakau dan usaha kecil menengah, jika Pemerintah terus menaikkan tarif cukai hasil tembakau dan melakukan Simplifikasi. "Jangan menggilas pribumi hanya untuk membela kepentingan asing," tambahnya.

Ia menyayangkan sikap Pemerintah yang dinilai menggunakan teori yang tidak mendasar dan berpihak pada kepentingan asing. Firman mengingatkan bahwa rokok hanya berbahaya jika dikonsumsi berlebihan, sama halnya dengan konsumsi gula berlebih yang menyebabkan diabetes dan konsumsi alkohol yang lebih berbahaya dari rokok.

"Kenapa hanya rokok yang dicecar? Rokok itu dianggap sumber penyakit, tapi cukainya dipakai untuk mensubsidi BPJS Kesehatan hingga Rp12 Triliun," jelasnya.

Diakhir perbincangan, Firman mengatakan bahwa tembakau dan kretek adalah rempah-rempah warisan bangsa, yang juga bisa dimanfaatkan untuk banyak hal, diantaranya bisa dibuat parfum, obat-obatan dan penyembuhan berbabagai penyakit. "Jangan terus menekan pertembakauan. Semakin ditekan, semakin mati, rokok ilegal semakin marak," tutupnya.

Selain itu kenaikan CHT berpengaruh pada penurunan produksi rokok pabrikan yang pada akhirnya menyebabkan permintaan pasokan tembakau kepada petani berkurang. Dengan hasil panen tahun 2021 ini yang kurang baik akibat musim kemarau hujan, nasib petani tembakau akan semakin terpuruk akibat kenaikan cukai. Sebagai respon atas rencana kenaikan CHT tersebut, para petani tembakau siap mendatangi Istana Negara di Jakarta, demi menyuarakan nasib mereka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Berat sekali beban kami para petani. Mohon Pak Presiden dan Ibu Menkeu tidak melakukan kenaikan cukai utamanya untuk rokok kretek tangan. Mulai 2020 hingga 2021, hasil panen tembakau kami sudah hancur karena hujan dan pandemi. Ditambah dengan kenaikan cukai, pada akhirnya kami petani yang menderita," ujar Samukrah selaku Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, saat dihubungi, Rabu (17/11/2021).

Seberapa pun besaran persentase kenaikan tarif cukai yang akan ditetapkan pemerintah, Samukrah memproyeksikan bahwa pabrikan akan menekan biaya produksi. "Pabrikan juga harus berstrategi agar usahanya tetap lanjut, apalagi untuk SKT yang dibuat manual. Caranya dengan membeli tembakau dengan harga serendah mungkin. Serapan petani tembakau semakin turun, harganya juga akan semakin turun. Petani yang menanggung akibatnya. Tolong lah, pemerintah harus menunda kenaikan cukai,"tegasnya.

Untuk diketahui, tembakau menjadi komoditi andalan bagi masyarakat di Madura. Apalagi mengingat terdapat sekitar 60.000 hektar luasan lahan pertanian tembakau di Madura. "Kami mohon dalam setiap memutuskan kebijakan, pemerintah melakukan analisis yang benar-benar memperhitungkan dampak kerugian. Cukai naik, petani makin buntung. Kami akan bergerak ke istana, memperjuangkan nasib kami," tambah Samukrah.

Tak hanya di Madura, para petani tembakau di Temanggung Jawa Tengah pun menyatakan siap melakukan aksi damai di Jakarta apabila pemerintah bersikukuh tetap ketok palu meresmikan kenaikan tarif cukai akhir bulan ini. Aksi tersebut merupakan upaya petani menyuarakan kekecewaan mereka pada pemerintah.

"Ya mau gimana lagi? Selama ini, tak ada yang mau mendengar suara petani. Dalam setiap menentukan kebijakan, termasuk kenaikan CHT, petani tak pernah diajak dialog. Oleh karena itu, kami melakukan aksi damai ke istana," ujar Siyamin, Ketua APTI Temanggung.

Hingga saat ini, pemerintah belum mengumumkan besaran kenaikan tarif cukai rokok untuk tahun depan. Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan, pengumuman terkait cukai rokok bisa dilakukan dalam bulan ini. "Realisasi dana bantuan, termasuk DBHCHT yang katanya sebesar 15% untuk petani, tidak pernah kami terima. Begitu juga dengan bantuan lainnya, sering tidak tepat sasaran, tidak jelas distribusi dan outcome-nya. Sampai hari ini kami belum pernah merasakan manfaat DBHCHT. Pemerintah tidak peduli dan tidak memahami apa yang menjadi kebutuhan kami, para petani tembakau," ungkap Siyamin.

Lebih lanjut, Samukrah menambahkan, seberapa pun besaran persentase kenaikan tarif CHT yang akan ditetapkan pemerintah, dia memproyeksikan bahwa pabrikan akan menekan biaya produksi. Sebab, pabrikan juga harus berstrategi agar usahanya tetap berlangsung. Caranya dengan membeli tembakau dengan harga serendah mungkin. "Serapan petani tembakau semakin turun, harganya juga akan semakin turun. Petani yang menanggung akibatnya. Tolong lah, pemerintah harus menunda kenaikan cukai," pinta Samukrah.

Untuk diketahui, pelaku IHT dan mata rantainya saat ini dalam kondisi cemas dan khawatir terkait rencana pemerintah mengerek naik tarif CHT 2022. Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan, pengumuman terkait cukai rokok bisa dilakukan dalam bulan ini.

Dari sisi buruh, para pekerja pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah juga sepakat melakukan aksi demo ke istana bila pemerintah mengabaikan suara penolakan kenaikan CHT.

Sekjen Serikat Buruh Muslim Indonesia (Sarbumusi) Kudus, Badaruddin mengungkapkan para buruh industri rokok yang didominasi para pekerja perempuan akan semakin termarjinalkan dengan keputusan menaikkan CHT. Selama ini, roda perekenomian di Kudus ditopang oleh industri hasil tembakau (IHT) yang utamanya menyerap tenaga kerja perempuan.

"Dari sekitar 77 ribu-an buruh pabrik rokok di Kudus, 80% adalah kaum perempuan dengan tingkat pendidikan SD dan SMP. Sebagai pekerja di pabrik rokok, mereka mandiri dan berdaya dengan upah yang didapat. Para perempuan ini adalah tulang punggung keluarga. Naiknya CHT jelas akan membuat dapur mereka sulit mengepul. Mohon pemerintah jangan mengabaikan kondisi ini," ujar Badaruddin.

Setiap tahun, Sarbumusi mencatat penurunan jumlah tenaga kerja di sektor IHT khususnya sejak 2013. Hal ini, lanjut Badaruddin tak terlepas dari keputusan kenaikan cukai rokok yang juga terjadi setiap tahun.

"Setiap tahun jumlah tenaga kerja tergerus. Tidak ada perlindungan terhadap tenaga kerja sektor ini. Kepada siapa lagi kami mau mengadu mengenai nasib buruh jika tidak langsung kepada Pak Jokowi. Kami, para buruh asal Kudus bersatu, akan melakukan aksi turun ke jalan, datang ke istana, agar Pak Jokowi bisa melihat secara nyata dampak kenaikan CHT terhadap para buruh," tutupnya.


Hide Ads