Kegiatan industri sudah kembali bergeliat setelah dihantam pandemi virus Corona (COVID-19). Hal itu tercermin dari berbagai indikator, termasuk Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan PMI Indonesia sempat goyah akibat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) termasuk akibat serangan COVID-19 varian Delta.
"Angka PMI di sepanjang tahun 2021 secara umum berada pada level ekspansif kecuali pada bulan Juli dan Agustus akibat pembatasan aktivitas di masa PPKM darurat dan PPKM level 4," katanya dalam jumpa pers Kinerja Sektor Industri Tahun 2021 & Outlook 2022, Rabu (29/12/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan PMI Indonesia beberapa kali mencetak rekor tertinggi, yakni pada Maret, April, Mei dan Oktober 2021.
"Kita bisa lihat PMI manufaktur Indonesia bahkan beberapa kali berhasil memecahkan rekor angka tertinggi sepanjang sejarah, yakni pada bulan Maret 53,2, kemudian April 54,6, pada bulan Mei 55,3 dan bahkan pada bulan Oktober 57,2. Posisi ekspansif ini posisi di atas 50, kami yakini juga akan tercatat pada bulan Desember tahun 2021 ini," sebutnya.
Lanjut Agus, sektor industri manufaktur di Indonesia memainkan peranan sangat penting bahkan sebagai penggerak dan penopang utama bagi perekonomian nasional di tengah tekanan COVID-19. Bahkan dia menyatakan sektor industri manufaktur merupakan faktor pendorong utama bagi Indonesia untuk keluar dari resesi ekonomi.
Hal itu dapat dilihat dari kinerja makro sektor industri manufaktur di beberapa indikator, antara lain investasi, ekspor-impor, kontribusi pajak, kontribusi terhadap PDB, hingga tingkat pertumbuhan PMI.
"Realisasi investasi di sektor manufaktur pada Januari sampai September tahun ini 2021 tercatat sebesar Rp 236,79 triliun, angka ini naik 17,3% jika dibandingkan dengan realisasi investasi pada periode yang sama 2020 sebesar Rp 201,87 triliun. Nilai investasi yang terbesar tercatat pada sektor logam dasar dan diikuti sektor makanan dan minuman. Realisasi investasi tahun 2021 tahun ini kami harapkan bisa melampaui realisasi investasi pada tahun 2020 yang sebesar Rp 270 triliun," tuturnya.
Dari sisi ekspor industri manufaktur, dijelaskannya juga terus meningkat meski di tengah himpitan pandemi. Nilai ekspor industri manufaktur Januari-november 2021 tercatat US$ 160 miliar atau 76,51% dari total ekspor nasional. Angka tersebut telah melampaui pencapaian ekspor manufaktur sepanjang tahun 2020 sebesar US$ 131 miliar, bahkan lebih tinggi dari capaian ekspor 2019 sebelum pandemi masuk ke Indonesia.
Kinerja ekspor manufaktur tersebut sekaligus memberikan kontribusi dan mempertahankan surplus neraca perdagangan yang dicetak sejak Mei 2020. Capaian sektor industri manufaktur di sisi investasi dan ekspor mengiringi kontribusi sektor industri manufaktur terhadap penerimaan negara dan kontribusi terhadap pembentukan PDB nasional.
"Pajak sektor industri pengolahan sepanjang tahun secara rata-rata berkontribusi sebesar 29%, sementara penerimaan cukai dari sektor industri manufaktur menyumbang 95% dari total penerimaan cukai nasional. Adapun dari aspek kontribusi dalam PDP, kontribusi industri manufaktur pada triwulan III tahun 2021 sebesar 17,33%, di mana angka ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi yang lainnya," ungkap Agus.
Agus mengakui bahwa pertumbuhan sektor industri manufaktur memang sempat tertekan, yaitu -2,52% di tahun 2020. Namun itu kembali bergairah pada 2021 ini di mana angka pertumbuhannya meningkat signifikan di triwulan II-2021 sebesar 6,91% year-on-year (yoy). Itu sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat tumbuh 7,07% (yoy).
"Namun pertumbuhan sektor industri manufaktur pada triwulan ketiga 2021 kembali turun ke angka 4,2% meski angka ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 3,51%," tambahnya.
(toy/das)