Benarkah Bahan Baku Baja Impor Banjiri RI?

Benarkah Bahan Baku Baja Impor Banjiri RI?

Tim detikcom - detikFinance
Sabtu, 05 Feb 2022 20:23 WIB
PT Steel Pipe Industry of Indonesia di Karawang Jawa Barat, Selasa (17/11/2015). Pabrik Spindo Karawang ini menghasilkan pipa baja untuk mendukung industri otomotif, infrastruktur, furniture, properti hingga industri minyak dan gas dengan menggunakan mesin baru yang dapat menghasilkan 4800 ton pipa baja dalam sebulan dari yang biasanya hanya bisa memproduksi 3500 ton. Sedangkan penjualannya hingga akhir Oktober 2015 ini sudah mencapai 313.924 ton dan akan terus bertambah hingga akhir Desember 2015 sebesar 80.000 ton. Rachman Haryanto/detikcom.
Ilustrasi industri baja/Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Beredar di media sosial pernyataan soal bahan baku baja impor banjiri pasar nasional. Benarkah terjadi seperti itu?

Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas berpandangan dari data impor baja yang berasal dari BPS seperti disampaikan Alumni Teknik UI Cindar Hari Prabowo, setidaknya ada dua mekanisme impor baja yang dilakukan.

Pertama, melalui jalur tanpa persetujuan impor dari Dirjen Daglu Perdagangan (tanpa Lartas atau tanpa pengendalian) yang dengan jenis baja bahan baku berupa Slab, Billet dan Ore Iron, angkanya sangat tinggi, yakni di tahun 2019, sebanyak 4,7 juta ton dan tahun 2021 sebanyak 5,22 juta ton atau meningkat 11 persen.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Data itu menjadi bukti industri hulu baja carbon nasional sangat rentan karena harus impor. Tapi anehnya, lanjut Fernando, asosiasi baja IISIA tidak teriak dengan kondisi banjir impor di sektor hulu ini.
Padahal data BPS jelas jelas ada peningkatan dan jumlahnya ton bukan kilogram.

Kedua, impor baja yang dikendalikan oleh pemerintah melalui Kementerian Perdagangan, menunjukkan tren menurun. Dari tahun 2019 sebanyak 7,89 juta ton dan tahun 2021 sebanyak 6,35 juta ton atau turun sekitar 19 persen.

ADVERTISEMENT

Dari kedua jalur impor tersebut, namanya statistik dihitung berdasarkan total, tidak secara parsial atau masing-masing jalur. Ketika totalnya naik, tapi penyebabnya dari jalur kedua atau yang dikendalikan pemerintah asosiasi tersebut dengan sigap dan cepat membuat berbagai kegiatan, dari FGD dan broadcast di berbagai media telah terjadi banjir impor, tetapi menggunakan data tahun 2020 ke 2021.

"Narasi soal banjir impor ini menghilangkan fokus hilirisasi baja carbon di Indonesia, karena tidak mampu mengolah pasir besi yang ada di Indonesia. Padahal harapan industri baja mendapatkan bahan baku dari dalam negeri besar tetapi ditempuh impor untuk menyelamatkan investasinya," terangnya

Oleh karena itu, Fernando menyarankan agar pemerintah membubarkan asosiasi baja IISIA karena menjadi tempat kedok para importir baja produsen menyalurkan kepentingannya sendiri.

"Tidak memikirkan bagaimana rakyat diberikan harga baja murah dari produksi dalam negeri," tutur Fernando.

Simak juga Video: Resmikan Tol Binjai-Stabat, Jokowi Jamin Jeruk Lokal Semurah Jeruk Impor

[Gambas:Video 20detik]




(upl/upl)

Hide Ads