Jakarta -
Pemerintah sedang menggenjot program kendaraan listrik atau electric vehicle (EV), sebagai upaya mencapai Indonesia Net Zero Emission (NZE) di 2060.
Salah satunya pengembangan industri baterai EV. Bahan baku baterai listrik pun melimpah di dalam negeri, seperti nikel, timah, tembaga, dan bauksit.
Atas dasar itulah, hilirisasi barang tambang pun dipercaya menjadi salah satu kunci agar bisa mewujudkan ekosistem kendaraan listrik. Sebagai upaya perwujudannya, pemerintah melakukan berbagai langkah mulai dari pembangunan smelter hingga langkah setop ekspor bahan mineral mentah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah mulai memperkuat tekadnya dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjadi salah satu sosok yang paling gencar mendorong perkembangan industri EV di Indonesia.
Menurutnya, pembangunan smelter sangat penting dalam meningkatkan nilai jual produk olahan tambang. Ia mencontohkan, salah satu hilirisasi yang berjalan baik terjadi di Morowali, Sulawesi Tengah. Di sana, ada smelter yang mampu mengolah nikel dan lithium.
Selanjutnya pada Maret 2021, Kementerian BUMN pun resmi mendirikan holding baterai kendaraan listrik Indonesia Battery Corporation (IBC). Holding ini terdiri dari MIND ID, PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), dan PT Aneka Tambang Tbk.
Dalam pembentukannya, IBC membutuhkan investasi sampai US$ 17 miliar atau bila menyesuaikan kurs saat ini mencapai Rp265,2 triliun (kurs Rp 15.600). IBC sendiri ditargetkan memiliki kapasitas produksi baterai mencapai 140 gigawatt hour (GWh) pada 2030. Untuk tahap pertamanya, ditaksir kapasitas produksi mencapai 10 GWh.
Dalam pengembangannya, Kementerian BUMN melibatkan mitra asal China, CATL dan perusahaan asal Korea Selatan, LG Chem. Ia menekankan, yang terpenting dalam pengembangan industri baterai ini, semua pabriknya dibuat di Indonesia.
Simak juga video 'Menperin Umumkan Insentif Mobil Listrik Rp 80 Juta, Motor Listrik 8 Juta':
[Gambas:Video 20detik]
Pabrik baterai mobil listrik-pendekatan ke Elon Musk di halaman berikutnya. Langsung klik
Pabrik baterai mobil listrik pertama di milik IBC, serta Konsorsium LG dan CATL pun mulai melakukan peletakan batu pertama pada akhir Juli atau Agustus 2021. DItargetkan pabrik tersebut bisa mulai beroperasi pada 2023 mendatang.
Pemerintah pun melakukan pendekatan ke berbagai perusahaan EV di dunia, termasuk di antaranya Tesla. Pada Desember 2020 silam CEO Tesla, Elon Musk, menyambut baik ajakan ajakan Presiden Joko Widodo dan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan untuk berinvestasi di Indonesia.
Semula, tim Tesla dikabarkan akan menyambangi Indonesia pada Januari 2021. Namun rencana tersebut kandas. Tidak lama berselang, kabar soal Tesla bangun pabrik di India pun menyeruak. Kondisi ini pun sempat mendatangkan tanda tanya besar soal apakah Tesla jadi Investasi di RI.
Pada April 2022, Luhut pun menyambangi Negara Paman Sam, Amerika Serikat, dan bertemu langsung dengan Elon Musk. Dan pada 9 Mei 2022, tim Tesla pun berkunjung ke Indonesia. Tidak lama berselang, pada 14 Mei 2022, giliran Jokowi yang bertemu Elon Musk di Boca Chica, AS.
Sayangnya, kabar menyangkut kepastian investasi Tesla pun tak kunjung terjawab hingga kini. Sebelum perhelatan G20 November kemarin, Luhut sempat menyampaikan, akan ada kejutan menyangkut soal Tesla pada gelaran G20. Namun sayangnya, Elon Musk batal hadir. Hingga pada 2 Desember kemarin, Luhut kembali membocorkan perihal rencana kedatangan Tesla. Disebut-sebut, tim Tesla akan hadir Desember ini.
Berbagai kerja sama lainnya pun terus dijajal RI demi mengisi puzzle demi puzzle kebutuhan ekosistem EV. Salah satunya yakni kerjasama dengan Hyundai Grup pada November 2019 untuk membangun pabrik mobil listrik. Dari hasil kerja sama ini, Jokowi meresmikan pabrik PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia dan mobil listrik IONIQ 5 pada Maret 2022. Mobil ini menjadi mobil listrik pertama yang diproduksi di Indonesia.
Tidak hanya pabrik EV, pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) turut mengembangkan ekosistem pendukung EV lainnya, salah satunya Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) bertipe fast charging. SPKLU pertama terletak di Fatmawati, Jakarta Selatan, dan diresmikan pada Desember 2020.
Jumlahnya pun terus bertambah hingga 2022 ini. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, sampai 17 November 2022 jumlah SPKLU dan SPBKLU, masing-masing 438 unit dan 961 unit. Arifin juga menyebut, total kendaraan listrik yang telah mengaspal di Indonesia telah mencapai 33.800 unit.
Angka itu termasuk jumlah mobil listrik, motor listrik hingga bus listrik. Rinciannya, ekosistem kendaraan bermotor listrik di Indonesia yakni mobil penumpang 7.669, sepeda motor 25.782, bus listrik 58, mobil barang 6, roda tiga 285.
Turut menyusul pula perusahaan asing lainnya yaitu BASF dan Volkswagen (VW) asal Jerman, serta Britishvolt dari Inggris, yang telah positif investasi ke ekosistem EV RI. Tidak hanya perusahaan asing, IBC juga berkolaborasi dengan PLN Group dalam membangun Battery Energy Storage System (BESS) berkapasitas 5 megawatt (MW).
Mobil Listrik dipakai selama KTT G20 Bali-pemerintah janjikan subsidi di halaman berikutnya. Langsung klik
Percepatan pembangunan ekosistem EV di Tanah Air pun semakin kentara menjelang perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali. Penggunaan kendaraan listrik di G20 disebut-sebut sebagai pembuktian komitmen Indonesia terkait transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan. Terlihat pula dari pemerintah RI yang menyediakan beragam EV sebagai alat transportasi para delegasi dunia selama G20.
Pada awal November kemarin, Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Setya Utama menjelaskan pemerintah mendapatkan pinjaman kendaraan listrik dari beberapa pabrikan di tanah air. Dia menyatakan jumlahnya ada sekitar 836 mobil listrik yang dipinjamkan oleh Hyundai, Toyota, dan juga Wuling. Kalau ditotal, keseluruhan ada 962 unit kendaraan listrik. Selain mobil, ada juga 454 motor listrik dan 26 bus listrik.
Dari gelaran G20 pula dihasilkan berbagai kerja sama baru menyangkut pengembangan ekosistem EV di Tanah Air. Salah satunya, kolaborasi dalam membangun EV charger kendaraan listrik dengan nilai investasi capai US$ 20 juta. Kolaborasi ini dilakukan oleh Utomo SolaRUV, melalui PT Utomo Juragan Atap Surya dengan penyedia solusi EV Chargers dan Charging Systems terkemuka di Asia Tenggara, Charge+. Ditargetkan setidaknya da 10 ribu titik pengisian daya pada 2030 mendatang.
Upaya pemerintah tidak berhenti sampai disitu dalam menggenjot ekosistem EV di Indonesia. Pada pertengahan September lalu, menyeruak kabar kalau bakal ada subsidi untuk pembelian kendaraan listrik. Sementara dari kabar terbarunya, rencana insentif alias subsidi ini sedang dalam tahap finalisasi.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, rencananya subsidi untuk mobil listrik adalah Rp 80 juta. Sementara untuk mobil berbasis hybrid subsidinya Rp 40 juta. Sementara itu, untuk besaran insentif motor ditaksir sekitar Rp 8 juta, sedangkan untuk konversi motor jadi motor listrik akan diberikan sekitar Rp 5 juta.
Terkait apakah subsidi kendaraan listrik bakal membebani APBN, Agus menyebut masih terus mendiskusikannya. Pihaknya juga akan bertemu dengan DPR untuk meminta izin.
Targetnya 2 juta unit kendaraan listrik diproduksi di Indonesia pada 2025. Angka ini terdiri dari 400 ribu unit roda empat dan 1,76 juta unit roda dua. Hal ini juga selaras dengan target target bauran energi baru terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025, serta target NZE Indonesia di 2060 atau lebih cepat.
Tidak hanya produksi EV, pemerintah juga menargetkan pada kuartal II 2024, Indonesia sudah mulai memproduksi baterai lithium. Dari sanalah, harapannya pada 2028 RI bisa menjadi produsen baterai EV terbesar di dunia.