Keluhkan Perppu Ciptaker, Pengusaha Tekstil Curhat Minta Ini ke Pemerintah

Keluhkan Perppu Ciptaker, Pengusaha Tekstil Curhat Minta Ini ke Pemerintah

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Selasa, 03 Jan 2023 22:51 WIB
Para pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) tekstil dan sarung Majalaya, Kabupaten Bandung menjerit dikala pandemi COVID-19.
Ilustrasi usaha tekstil/Foto: Wisma Putra
Jakarta -

Para pengusaha tekstil meminta perlindungan hukum pasca penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Pasalnya, Perppu ini dirasa justru akan menambah beban pengusaha yang tengah mengalami masa berat sejak awal 2022.

Wakil Ketua Bidang ketenagakerjaan dan Pengembangan SDM Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Nurdin Setiawan mengatakan, sejak awal 2022 penurunan order pada industri tekstil mencapai 30-50%.

Bahkan, pada kuartal I 2023 ini, Nurudin mengatakan, rata-rata orderan hanya mencapai 65%, yang artinya 35% operasional perusahaan kosong. Di sisi lain, pihaknya masih harus terus menggaji tenaga kerjanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi kalau melihat situasi dan kondisi saat ini dengan keluarnya Perppu 2 2022, terutama kalau melihat di pasal 88F, kita sudah tidak memiliki kepastian hukum dalam hal apapun, baik dalam ketenagakerjaan dan lain sebagainya," ujar Nurdin dalam Konferensi Pers Apindo terkait Perppu Cipta Kerja, Selasa (03/01/2022).

Alih-alih mempertahankan perusahaan dan menjaga hubungan kerjanya, Nurdin mengatakan, pengusaha tekstil justru malah mendapat beban tambahan lewat Perppu ini.

ADVERTISEMENT

Termasuk, tidak adanya jaminan dan perlindungan hukum bagi para perusahan padat karya berorientasi ekspor dan ekosistemnya. Apalagi, biaya tenaga kerja merupakan biaya terbesar kedua setelah material cost.

"Jadi sangat-sangat berat. Dengan kenaikan upah minimum yang di atas rata-rata, bukan hanya berdampak sisi upahnya saja, tetapi kita harus bayar BPJS 10,24% dari selisih upah minimum. Kemudian yang kedua dari THR, kita harus bayar juga dalam selisih upah minimum," katanya.

Tidak hanya itu, menurutnya, apabila kenaikan upah ini juga tidak bisa dibarengi dengan kenaikan produktivitas, akan mengakibatkan peningkatan biaya lembur. Bahkan kalau ditotal-total, beban keuangan yang harus dikeluarkan pengusaha untuk karyawannya, ditambah dengan berbagai tunjangannya, lebih dari satu kali lipat upah minimum (UM).

"Dengan kondisi yang seperti ini, di mana kami mengharapkan ada satu perlindungan (hukum) pemerintah dalam hal ini terhadap perusahaan-perusahaan padat karya yang berorientasi ekspor," ujarnya.

Minta perlindungan kepada pemerintah di halaman berikutnya. Langsung klik

Oleh karena itu, pemerintah diminta turun tangan memberikan perlindungan. Menurut Nurdin secara langsung dan tidak langsung, perusahaan padat karya ini kan sudah menyerap banyak tenaga kerja dan bisa mengurangi pengangguran.

"Sekarang jangankan kita bisa melirik lulusan-lulusan baru, yang karyawan-karyawan yang sekarang bekerja sama mulai Januari 2022. Kita sudah melakukan lebih dari 60 ribu yang sudah kita lakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Jadi dari kami API seperti itu kondisinya," pungkasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, pihaknya hingga kini masih memprioritaskan perwujudan insentif bagi sektor padat karya. Apalagi dengan diterbitkannya Perppu ini, menurutnya, akan sangat mempengaruhi sektor ini.

"Oleh karenanya, kami sudah berikan masukan juga untuk insentif yang dibutuhkan padat karya. Makanya kita tadi tidak fokus ke situ ya, tapi kita ada masukan mengenai fleksibilitas kerja, dan lain-lain, itu kaitannya dengan padat karya," katanya.

Shinta mengatakan, sektor ini akan sangat terpengaruhi pada 2023 ini dengan demand ekspor yang sangat menurun. Karena itulah, penyaluran insentif sangat diperlukan. Termasuk juga insentif fiskal pada beberapa industri yang masih dalam tahap pemulihan seperti pariwisata dan perhotelan.

"Makanya insentif padat karya akan terus menjadi prioritas kita tahun ini. Tapi tentu saja investasi yang tax allowance, tax holiday, terus berjalan dan itu akan terus dibutuhkan untuk supaya menarik investasi lebih jauh," terangnya.


Hide Ads