Indonesia Dinilai Masih Kekurangan Bahan Baku Sampah Plastik PET

Indonesia Dinilai Masih Kekurangan Bahan Baku Sampah Plastik PET

Atta Kharisma - detikFinance
Jumat, 13 Jan 2023 15:02 WIB
Relawan mengaitkan botol plastik bekas saat pembuatan instalasi Museum Plastik di Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) di Gresik, Jawa Timur, Kamis (9/9/2021). Museum Plastik yang berbahan plastik bekas hasil pungutan di sejumlah sungai di Surabaya tersebut bertujuan mengkampanyekan penggunaan plastik sekali pakai yang banyak mengotori sungai-sungai Indonesia.  ANTARA FOTO/Zabur Karuru/aww.
Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru
Jakarta -

Hingga saat ini industri daur ulang belum memperoleh bahan baku jenis plastik polyethylene terephthalate (PET) yang dibutuhkan dari dalam negeri. Akibatnya, industri daur ulang harus mengimpor bahan baku sampah plastik hingga 750 ribu ton per tahun.

Bahkan, permintaan industri plastik nasional diprediksi akan terus meningkat hingga menjadi 8 juta ton pada tahun 2025.

"Tingkat daur ulang (recycle rate) sampah plastik di Indonesia baru menyentuh angka 7%, dengan jenis plastik jenis PET (yang lazim digunakan untuk kemasan AMDK botol dan galon) mencapai 75% tingkat daur ulang," dikutip dari laporan lembaga Sustainable Waste Indonesia (SWI) seperti dalam keterangan tertulis, Jumat (13/1/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski kerap dituding sebagai sampah tak berguna, sampah plastik jenis PET merupakan bahan baku penting dalam industri daur ulang. Sampah plastik jenis PET juga berperan besar dalam ekonomi sirkular di Indonesia serta membantu menyelesaikan persoalan lingkungan dan ekonomi masyarakat.

"Kemasan plastik minuman ringan pasca konsumsi sudah memiliki rantai daur ulang yang mature (stabil). Jenis plastik PET adalah kemasan minuman ringan yang berkontribusi besar dalam daur ulang, mencapai 30% sampai 48% dari total penghasilan para pengumpul sampah," papar SWI.

ADVERTISEMENT

Saat ini, semua air minum dalam kemasan (AMDK) bermerek dari market leader sampai produsen tingkat lokal menggunakan kemasan plastik jenis PET untuk kemasan botol air minum. Namun secara kuantitas, jumlah sampah plastik PET untuk industri daur ulang ternyata masih belum mencukupi di dalam negeri.

Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati mengungkapkan kondisi tersebut mengganggu komitmen KLHK untuk semakin gencarkan ekonomi sirkular dan mencapai target zero waste pada 2030.

Ia menyebutkan sepanjang 2022, KLHK menorehkan catatan sebanyak 64% timbulan sampah yang telah berhasil dikelola dari total 68,5 juta ton sampah nasional. KLHK pun berkomitmen untuk meningkatkan capaian tersebut demi mewujudkan zero waste pada 2030.

Hal tersebut dilakukan di antaranya dengan menggencarkan penerapan ekonomi sirkular dan mendorong sampah menjadi industrialisasi.

"Kuncinya adalah ekonomi sirkular yang terkait dengan bagaimana agar sampah tidak terbuang ke tempat pembuangan akhir," ucap Rosa.

"Ujungnya nanti menjadi zero waste dan zero emission," tambahnya.

Rosa menambahkan berdasarkan data yang dikeluarkan Ditjen PSLB3 KLHK, dari total 68,5 juta ton sampah nasional tercatat komposisi sampah yang paling dominan adalah sisa makanan, plastik dan kertas.

Data ini tak jauh berbeda dengan laporan pasca perayaan malam tahun baru 2023 di Jakarta yang mencatat sampah terbanyak didominasi botol air kemasan, wadah makanan, plastik, dan sampah kertas.

Rosa menjelaskan sampah botol plastik kemasan dan plastik memang sudah lama menjadi persoalan. Sebelumnya, KLHK melalui Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 mencetuskan Peta Jalan pengurangan sampah oleh produsen dengan menargetkan pengurangan sampah hingga sebesar 30% pada tahun 2030.

Target pengurangan tersebut dilakukan dengan mendorong produsen AMDK mengubah desain produk berbentuk mini menjadi lebih besar (size up) hingga ke ukuran 1 liter. Sehingga, mempermudah pengelolaan sampahnya.

Bersambung ke halaman selanjutnya. Langsung klik

Selain itu, produsen diminta juga untuk mengimplementasikan mekanisme pertanggungjawaban terhadap produk dalam kemasan plastik yang dijual saat nantinya produk tersebut menjadi sampah (Extended Producers Responsibility/EPR). Upaya Size up dan EPR oleh produsen ini diakui Rosa masih menjadi tantangan implementasi Permen KLHK No.75/2019.

"Permen LHK No.75/2019 ini merupakan upaya pemerintah menekan volume sampah di Indonesia," ujarnya.

Berbekal Permen LHK tersebut, KLHK terus mendorong para pelaku usaha agar mempermudah pengelolaan sampah plastik dengan size up sehingga mudah dikumpulkan dan dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang.

Rosa optimistis peta Jalan yang diintroduksi oleh KLHK itu dapat memberi peluang sangat besar kepada para pelaku usaha agar melakukan industrialisasi melalui daur ulang.

Sementara itu, data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) dan Badan Pusat Statistik (BPS) memaparkan dari total sampah nasional per tahun, sampah plastik menguasai 5% atau 3,2 juta ton dari total sampah.

"Dari jumlah 3,2 juta ton timbulan sampah plastik, produk AMDK bermerek menyumbang 226 ribu ton atau 7,06%. Sebanyak 46 ribu ton atau 20,3 persen dari total timbulan sampah produk AMDK bermerek merupakan sampah AMDK kemasan gelas plastik," papar laporan tersebut.

Selain volume timbulan, AMDK plastik berukuran di bawah 1 liter seperti gelas plastik terbukti sangat sulit untuk dikumpulkan dan tak bernilai untuk didaur ulang.

"Bisnis sirkular dengan penekanan daur ulang sampah plastik dan non-plastik, juga bermanfaat besar pada lingkungan," tutur Kasub Dir Prasarana dan Jasa Direktorat Jenderal PSLB3 KLHK Edward Nixon Pakpahan.

"Manfaat besar ini terutama dari berkurangnya limbah di setiap sektor usaha hingga sebesar 18-52 persen pada 2030," lanjutnya.

Nixon juga mengatakan ekonomi sirkular dari bisnis daur ulang berkontribusi terhadap tambahan PDB.

"Ekonomi sirkular dari bisnis pendaurulangan sampah berpotensi menghasilkan tambahan PDB sebesar Rp593-Rp638 triliun dari lima sektor usaha pada 2030," ucapnya.

Bahkan dari sisi manfaat sosial, sambung Nixon, pengelolaan sampah secara sirkular bisa menciptakan 4,4 juta lapangan kerja baru dan menambah tabungan rumah tangga hampir 9%.


Hide Ads