Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan peringkat daya saing usaha Indonesia turun cukup drastis, membuatnya kini berada di bawah negara tetangga Malaysia dan Thailand.
Agus mengatakan sebelumnya Indonesia berada di peringkat ke-27 dari 69 negara di dunia pada World Competitiveness Ranking (WCR) yang diumumkan oleh Institute for Management Development (IMD) pada 2024 lalu. Namun pada tahun ini tingkat daya saing Indonesia malah turun ke posisi 40.
Artinya Indonesia jatuh 13 peringkat dalam setahun terakhir. Padahal menurutnya pada tahun-tahun sebelumnya Indonesia sempat memperbaiki daya saing usahanya. Dari sebelumnya di posisi peringkat 44 pada 2022, naik ke peringkat 34 di 2023, hingga akhirnya ada posisi 27 pada 2024.
"Trend di lima tahun terakhir memperlihatkan pola berfluktuatif. Peringkat Indonesia pada tahun 2020 berada pada posisi 40, kemudian pada tahun 2021 berada di posisi 37, pada tahun 2022 turun lagi ke posisi 44, pada tahun 2024 membaik ke posisi 27, namun kembali pada tahun ini melemah ke posisi ini," kata Agus dalam konferensi pers capaian Kemenperin dalam Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Kantor Kemenperin, Jakarta Selatan, Senin (20/10/2025).
Peringkat daya saing usaha atau WCR ini menjadikan Indonesia tertinggal dengan negara Asia lainnya, seperti Singapura yang berada di peringkat 2, China pada peringkat 16, Malaysia peringkat 23, lalu Thailand di posisi 30, dan Jepang di posisi 35. Barulah di bawahnya ada Indonesia, kemudian India di peringkat 41 dan Filipina di peringkat 51.
"Membuat saya tidak terlalu puas, yaitu Indonesia menempatkan peringkat ke-40 dari 69 negara, peringkat ini menempatkan Indonesia di tengah-tengah negara Asia lainnya," ucapnya.
Lebih lanjut Agus menjelaskan berdasarkan perhitungan WCR, dalam konteks ekonomi sebetulnya Indonesia mengalami kenaikan yang cukup baik. Termasuk kenaikan kinerja ekonomi domestik, kinerja efisiensi bisnis, kinerja efisiensi pemerintahan. Namun dalam sektor perhitungan lain, nilai daya saing Indonesia turun cukup signifikan seperti dari sektor infrastruktur, pendidikan, kesehatan, lingkungan yang
"Ini menunjukkan sebuah hal yang kontras di Indonesia, di mana untuk lingkungan usaha yang tadi saya sampaikan sudah cukup baik, namun kualitas dan rekomendasi utama lainnya perlu kita kejar khususnya infrastruktur, pendidikan, kesehatan, lingkungan yang harus menjadi perhatian kita" papar Agus.
Untuk mengatasi masalah ini, menurutnya perindustrian dalam negeri perlu memiliki peta strategi dari hulu hingga hilir dalam rangka meningkatkan efisiensi serta mendorong pertumbuhan industri berbasis nilai tambah, di mana Indonesia mencatat capaian penting di sektor manufaktur global sepanjang 2024.
Agus menjelaskan dalam terbaru Bank Dunia menunjukkan nilai Manufacturing Value Added (MVA) Indonesia 2024 tembus US$ 265,07 miliar atau setara Rp 4.394,86 triliun (kurs Rp 16.580/dolar AS). Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-13 dunia, melampaui rata-rata MVA global yang hanya US$ 78,73 miliar.
"Kalau kita bicara soal MVA kita bisa melihat data yang cukup menggembirakan. Berdasarkan data World Bank dan dengan menggunakan nilai MBA, Indonesia pada tahun 2024 mencapai US$ 295,07 miliar dan pencapaian ini menempatkan Indonesia pada posisi ke-13 dunia, ke-5 di kawasan Asia, dan berikan pertama di ASEAN, melampaui negara-negara seperti Thailand dan Malaysia yang tadi saya sebutkan di awal," terangnya.
Simak juga Video Menaker Sebut Daya Saing Industri RI Lebih Rendah dari Negara di ASEAN
(igo/fdl)