Fakta Seputar Wacana Sandiaga Bikin Tol Tanpa Utang

Fakta Seputar Wacana Sandiaga Bikin Tol Tanpa Utang

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Jumat, 04 Jan 2019 09:51 WIB
Fakta Seputar Wacana Sandiaga Bikin Tol Tanpa Utang
Foto: Fuad Hasim/Tim Infografis
Jakarta - Pembahasan mengenai pembangunan tol tanpa utang seperti yang disampaikan calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno masih berlanjut. Sebelumnya, Sandi mengatakan, tak akan bergantung pada utang jika terpilih nanti. Salah satu contoh sukses pembangunan tanpa utang itu ialah Tol Cikopo-Palimanan (Cipali).

Tim sukses Prabowo-Sandiaga buka suara menjelaskan konsep pembangunan tol tanpa utang yang dimaksud Sandi. Pembangunan tol tanpa utang yang dimaksud ialah melibatkan peran pelaku usaha atau swasta.

Keterlibatan pelaku usaha ini juga tak melulu mengandalkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti saat ini. Sehingga, beban pemerintah berkurang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut berita selengkapnya yang dirangkum detikFinance:
Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Drajad Wibowo menerangkan, salah satu cara membangun infrastruktur tanpa utang ialah melibatkatkan peran swasta dalam pembangunan atau dikenal dengan public private partnership (PPP).

"Kalau pelibatan swasta, ya skemanya investasi swasta murni atau PPP. Sandi sepertinya akan memanfaatkan jaringan bisnisnya untuk mendorong mereka masuk ke infrastruktur," ujarnya kepada detikFinance, Kamis (3/12/2018).

Menurutnya, pengalaman Sandi sebagai pengusaha membuat investor yakin. Apalagi, Sandi merasakan langsung 'pahitnya' membangun infrastruktur.

"Kan beda kalau yang mengajak itu pejabat yang bukan pengusaha mapan dengan pejabat seperti Sandi yang sudah mapan sebagai pengusaha papan atas. Calon investor biasanya lebih percaya dan nyaman dengan pejabat publik seperti Sandi karena Sandi sudah mengalami sendiri babak belurnya investasi infrastruktur. Jadi calon investor percaya bahwa kebijakannya nanti akan menjawab berbagai hambatan dan sisi negatif investasi infrastruktur. Kasarnya, bukan ngomong thok atau teori thok," ungkapnya.

Memang, skema PPP sudah ada saat ini. Namun dia meyakini pengalaman Sandi sebagai pebisnis akan lebih optimal dalam memanfaatkan peran swasta masuk ke proyek infrastruktur pemerintah.

"Iya PPP sudah ada. Yang membedakan adalah 'jaringan bisnis Sandi dan kepercayaan dari investor' karena Sandi sudah merasakan babak belur sendiri di infrastruktur," ungkapnya.

Juru Bicara BPN Prabowo-Sandiga, Suhendra Ratu Prawiranegara mengatakan konsep pembangunan infrastruktur yang ingin diterapkan Sandiaga Uno sudah tepat. Contohnya adalah proyek Tol Cipali yang bisa dibangun tanpa utang.

Menurut Suhendra, keterlibatan swasta dalam investasi jalan tol ini juga sudah diatur oleh peraturan perundangan, khususnya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol.

"Selama ini juga swasta sudah dilibatkan, hanya sayang kemudian pada era Jokowi seolah-olah peran BUMN lah yang sangat menonjol dalam pembangunan jalan tol," ujar Suhendra dalam keterangannya, kemarin.

Dia menjelaskan, salah satu kesalahan dalam pembangunan jalan tol era Jokowi adalah dengan cara memberi penugasan kepada BUMN melalui mekanisme Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diakuntansikan.

"Tentunya ini sangat membebani APBN. Mana mungkin jika menggunakan mekanisme pendanaan PMN tidak membebani keuangan negara? Karena sudah tentu dana triliunan APBN dikucurkan kepada BUMN tersebut," ungkap Suhendra.

Maka dari itu lanjut Suhendra, ide Sandiaga yang sama sekali tidak bergantung pada APBN merupakan solusi bagi keuangan negara yang semakin terbebani utang.

"Sehingga APBN dapat difokuskan untuk membangun infrastruktur jalan lain seperti jalan nasional, jalan daerah yang masih banyak rusak. Hal ini antara lain yang dimaksud oleh Bang Sandi. Tidak mengobral anggaran negara dalam membangun infrastruktur," katanya.

Suhendra yang pernah menjabat sebagai Staf Khusus Menteri PUPR ini juga mengkritik pihak yang membandingkan konsep Sandiaga dengan cara Ahok saat membangun Simpang Susun Semanggi.

Menurutnya, hal ini jelas tidak tepat dan sesat dalam berpikir. Lantaran, kebijakan yang diambil Ahok patut diduga banyak melanggar peraturan perundangan. Diantaranya, adalah UU tentang Keuangan Negara dan UU No 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Serta menabrak Peraturan Presiden tentang Hibah. Penerimaan dan Belanja Negara/Daerah dan juga tentang Hibah yang harus dicatat dalam APBN/ APBD.

"Apakah saat itu Ahok sudah lakukan hal ini? Karena mekanisme ini harus mendapat persetujuan dari DPRD. Ini harus dicek fakta-faktanya," ujarnya.

"Jadi sangat tidak tepat membandingkan kebijakan Ahok tersebut dengan ide Sandiaga Uno. Apalagi, kebijakan Ahok ini malah patut diduga terindikasi melanggar peraturan perundangan," tutup Suhendra.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menjawab kritik yang menyatakan pemerintah hanya mengandalkan BUMN untuk membangun tol. Rini mengatakan, justru perusahaan pelat merah membeli izin-izin swasta yang tidak membangun tol.

Rini menerangkan, untuk izin Tol Trans Jawa sendiri sebenarnya sudah dikeluarkan di tahun 1996.

"Gini lho ya tolong, kita bicara tolong semua harus mengerti, jalan Tol Trans Jawa izin-izinnya dikeluarkan tahun 1996. Izin Trans Jawa tahun 1996," kata dia di Kementerian BUMN Jakarta, Kamis (3/7/2018).

Namun, sejak izin keluar Trans Jawa tak kunjung tersambung alias mangkrak di tengah jalan. Sebab itu, pemerintah akhirnya memerintahkan BUMN agar segera membeli izin tersebut supaya tol bisa segera tersambung.

"Tujuannya memang jalan tol untuk mendorong perekonomian untuk tumbuh lebih cepat. Dan keputusan Trans Jawa dari 1996 tapi nggak pernah dibangun, akhirnya 2015 BUMN ini karya-karya coba approch yang punya izin. Nah akhirnya kita bisa beli izinnya, jadi beli lho, bayar lho," katanya.

Rini bilang, dirinya juga sempat mengecek ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (PUPR) untuk menanyakan apakah izin tersebut bisa dibatalkan. Hasilnya, Kementerian PUPR menyatakan izin tidak bisa dibatalkan.

Rini mengatakan, tol-tol tersebut diperoleh tidak gratis namun harus membayar pengusaha.

"Kalau orang sekarang mengatakan tol-tol BUMN yang ambil, bagaimana, kita beli, untuk Trans Jawa kita membangun 615 km yang diresmikan oleh Bapak Presiden, mungkin 1-2 yang sudah dipegang Jasa Marga, tapi hampir semua yang lain itu kita beli, dari pengusaha, bayar. Bocimi kita bayar pengusaha, Pemalang-Batang, Batang-Semarang kita beli izin, satu, " ujarnya.

Kemudian, untuk mempercepat pembangunan tol, BUMN juga menalangi dana pembebasan lahan.

"Kedua yang kita lakukan, pembebasan lahan seharusnya dilakukan Kementerian PUPR, dan dibayar PUPR. Waktu itu anggaran belum ada, kami mengatakan harus bisa terbangun, ini harus bisa lancar pembangunannya, jadi bagaimana kalau kita berikan dana talangan Kementerian PUPR," terang Rini.

Hide Ads