Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
Basuki Hadimuljono menegaskan bahwa Proyek Multi Purpose Deep Tunnel (MPDT) atau terowongan raksasa penangkal banjir di Jakarta sebatas wacana. Proyek yang digagas sejak tahun 2007 itu tak lagi dilanjutkan pemerintah.
"Dulu waktu itu wacana. Deep tunnel nggak ada. Hanya sekadar wacana waktu itu. Nggak ada dibahas sekarang," kata Basuki usai menghadiri Entry Meeting Pemeriksaan Laporan Keuangan Kementerian di AKN IV, di Gedung BPK RI, Jakarta, Senin (6/1/2020).
Menurut Basuki, proyek yang digagas pemerintah dahulu kala itu memang mencontoh smart tunnel di Malaysia. Namun, deep tunnel itu dinilai sulit untuk dioperasikan, sehingga tak dilanjutkan ke proses konstruksi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu baru wacana semua. Dulu kan itu ide dari Malaysia, smart tunnel itu. Tapi yang paling susah operasinya. Jadi nggak ada (konstruksi)," terang Basuki.
Basuki menuturkan, tak ditemukannya kesepakatan teknis menjadi salah satu penyebab mengapa pemerintah tak jadi melanjutkan proyek terowongan multi fungsi tersebut.
"Satu memang teknisnya belum sepakat, belum kita temukan secara teknis, antara mana dengan mana. Bentuknya dengan apa. Yang satu dengan dua tunnel, yang satu di atas dan bawah, jadi masih belum disepakati satu," imbuh dia.
Ia sendiri tak mengetahui secara detail penyebabnya. Pasalnya, proyek penangkal banjir itu dikaji ketika Menteri Pekerjaan Umum (PU) periode 2004-2014, Djoko Kirmanto menjabat.
"Saya masih belum dengar (soal beban modal jadi penyebab berhentinya proyek). Itu kan sejak Menterinya Pak Djoko dulu. Tapi selama 5 tahun belakangan ini kan nggak ada, belum dibahas lagi," pungkas Basuki.
Sebagai informasi, proyek terowongan raksasa ini digagas sejak tahun 2007, di kala Gubernur DKI Jakarta periode 1997-2007 Sutiyoso masih menjabat. Pada tahun 2013, proyek yang tak ada kabarnya itu kemudian disuarakan kembali ketika Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat sebagai Gubernur DKi Jakarta.
Terowongan 'ajaib' ini tak hanya berfungsi sebagai penampung air, namun juga untuk penghubung jalan tol ketika musim kering.
Pada tahun 2015,Deputi Menteri Koodinator Bidang Perekonomian bidang Infrastruktur Lucky Eko Wuryanto kala itu menyebut proyek tersebut tidak layak secara finansial. Cenderung mahal dan tidak akan begitu efektif mengatasi curah hujan yang tinggi di Jakarta dalam musim tertentu.
"Itu sih sebetulnya investasinya mahal. Kontribusinya untuk pengendalian banjir nggak banyak. Cuma bisa 5% sampai 10%," ungkap Lucky ditemui di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (12/2/2015).