Bandara Kertajati Memang Mati Suri, tapi...
Bandara Internasional Kertajati saat ini memasuki tahapan mati suri. Sejak memulai pelayanannya di tahun 2018, bandara ini masih saja sepi. Sialnya lagi, kali ini situasi diperburuk dengan adanya pandemi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Utama PT Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Salahuddin Rafi pun mengakui hal itu. Dia tak menampik saat ini memang bandara bagaikan tidak beroperasi dan mati suri.
"Kalau dibilang sama sekali tidak beroperasi, mati suri, sebetulnya memang dialami," ungkap Rafi dalam acara Blak-blakan detikcom.
Tapi dia menegaskan, hal itu terjadi bukan karena Bandara Kertajati tidak bisa menarik penumpang. Namun memang belum ada pemulihan tren penerbangan yang terjadi di masa pandemi.
Dia menjelaskan selama pandemi, masih ada juga bandara yang senasib seperti Kertajati. Dia memperkirakan ada 50 bandara yang senasib dengan Bandara Kertajati dari Sabang sampai Merauke.
Bandara Husein Sastranegara pun, yang rencananya bakal digantikan perannya oleh Kertajati juga kondisinya sepi. Tidak banyak penerbangan yang bisa dilakukan, malah dia bilang kemungkinan di sana cuma ada 2 penerbangan selama sebulan.
"Sampai hari ini ada 50 bandara yang nasibnya sama kayak Kertajati, nol, tidak ada penerbangan. Husein Sastranegara saja 30 hari hanya 2 pesawat, dalam satu bulan. Masih ada 15-an bandara lagi yang satu minggu paling satu atau dua pesawat," papar Rafi.
"Memang kebangkitan penumpangnya yang belum normal ke seperti di tahun 2019," tegasnya.
Meski mati suri, dia menegaskan bandara tidak tutup. Semua petugas mulai dari petugas ATC penerbangan, hingga pengamanan AVSEC tetap bekerja. Dia menegaskan semua petugas bandara tetap stand by meskipun tidak ada penerbangan.
Pasalnya, Bandara Kertajati sudah diumumkan sebagai bandara internasional kepada dunia. Maka dari itu bandara ini berpotensi menjadi alternate aerodrome alias bandara alternatif.
Pesawat siapapun dan dari mana pun bisa menggunakan Bandara Kertajati untuk pendaratan darurat bila ada kejadian yang tidak diinginkan. Maka dari itu, petugas bandara harus siap, khususnya di bagian ATC.
"Semua bandara yang ada di negara itu yang sudah di-declare ke seluruh dunia, kayak Kertajati ini kan KJT kodenya, ini bisa jadi alternate aerodrome, bandara alternatif. Kalau cuaca buruk, atau gangguan, dia mayday ke sini. Kalau ATC nggak ada, nyawa hilang," jelas Rafi.
Rafi juga menjelaskan Bandara Kertajati tidak bisa asal saja ditutup tiba-tiba secara total. Belum lagi kalau bandara ditutup total, untuk membukanya lagi akan melalui proses sangat panjang.
"Kalau diberhentikan sama sekali kita harus NOTAM, Kementerian Perhubungan bakal keluarkan Kertajati off total, atau tutup. Nah kalau tutup, mau operasi lagi ngurusnya dari nol lagi," tutur Rafi.
Bicara soal potensi penumpang, Rafi menjelaskan sesuai analisa pihaknya sebetulnya ada potensi perjalanan sebanyak 6,5 juta penumpang per tahun. Jumlah itu tersebar di cakupan area atau catchment Bandara Kertajati.
Sampai April 2020 sendiri, di mana Kertajati terakhir kali melayani penerbangan, sudah ada sekitar 6.300 penerbangan yang dilayani Bandara Kertajati. Total penumpangnya ada 600 ribu lebih.
"Catchment area Bandara Kertajati itu dari Karawang, sampai Jawa Tengah bagian barat, Brebes, Tegal, itu catchment areanya hasil survei origin and destination kita itu demand-nya 6,5 juta penumpang per tahun. 4,2 jutaan di Bandung Kota," jelas Rafi.
Saksikan juga: Blak-blakan Salahudin Rafi, Kertajati Bandara Dahsyat
(hal/ang)