3 Fakta Soal Dilema Palang Pintu Kereta Liar

3 Fakta Soal Dilema Palang Pintu Kereta Liar

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Jumat, 01 Jul 2022 07:00 WIB
Perlintasan sebidang liar/Herdi Alif Alhikam
Foto: Perlintasan sebidang liar/Herdi Alif Alhikam

3. Melanggar Aturan

Secara hukum eksistensi perlintasan sebidang liar macam yang dijaga Femri, Rusfendi, dan kawan-kawannya memang melanggar aturan. Menurut Kepala Humas KAI Daop I Eva Chairunisa semua pemangku kepentingan kereta api harus mengacu pada UU Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Ada beberapa pasal yang mengatur soal perlintasan sebidang.

Pasal 91 ayat 1 menjelaskan, seharusnya perpotongan jalur kereta api dan jalan biasa dibuat tidak sebidang. Bisa saja perpotongan jalur itu dibuat berupa jembatan ataupun fly over. Meski begitu di pasal lainnya perlintasan sebidang masih diperbolehkan asalkan menjadi perlintasan resmi.

Nah nasib perlintasan sebidang liar tak berizin, menurut Eva, seharusnya mengacu pada pasal 91 ayat 1 yang menyebutkan perlintasan liar itu harus ditutup. Masih di pasal 94, tepatnya pada ayat 2, penutupan perlintasan sebidang liar dilakukan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pasal 94 ayat 1 menyebutkan utuk keselamatan perjalanan KA dan pemakai jalan, perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup," ujar Eva kepada detikcom.

Dia mengatakan pihaknya terus melakukan penertiban pada perlintasan sebidang yang liar. Sejak awal tahun sudah ada 21 titik perlintasan liar yang ditutup oleh pihaknya.

ADVERTISEMENT

"Adapun dari upaya penutupan perlintasan liar yang dilakukan oleh Daop 1 Jakarta sejak Januari 2022 sampai sekarang sebanyak 21 titik perlintasan liar sudah dilakukan penutupan," papar Eva.

Sementara itu, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono menyatakan sudah seharusnya masyarakat mau mematuhi aturan yang ada. Menurutnya, perlintasan sebidang yang resmi saja yang bisa beroperasi.

Soerjanto menyoroti minimnya kepastian keselamatan pada jalur perlintasan sebidang liar. Pasalnya, selama ini perlintasan liar bekerja dengan mengesampingkan prosedur keamanan.

"Masyarakat ini kan perlu diatur. Yang atur ya kan regulator. Kalau asal dibikin perlintasan di mana-mana kan yang jaga siapa, yang rawat siapa, cara mereka bekerja juga kurang aman kan. Kan ini bisa mencelakakan orang lain kalau asal buat aja," papar Soerjanto saat dihubungi detikcom.

Dia juga menyatakan seharusnya ada penegakan hukum yang tegas pada perlintasan sebidang yang liar dan masih beroperasi. Bahkan, kalau perlu pihak kepolisian juga ikut serta dan tegas melakukan penindakan.

"Kalau nggak jelas yang bertanggung jawabnya ya harusnya ditutup. Kalau asal buka ya harusnya ada enforcement, kalau perlu kepolisian ikut proses. Ingat, ini bisa mencelakakan orang lain," sebut Soerjanto.

PT KAI sendiri mencatat sejauh ini ada 455 perlintasan sebidang yang tersebar di Daop 1, mulai dari kawasan Merak, Jakarta Raya, hingga Cikampek. Bila dirinci, perlintasan liar ada 196 jumlahnya dari total perlintasan yang ada.

Malah masih ada 77 perlintasan sebidang yang sama sekali tak dijaga. Sementara itu perlintasan sebidang resmi yang mendapatkan penjagaan ada 182 lokasi, 122 perlintasan di antaranya dijaga langsung oleh KAI.


(hal/zlf)

Hide Ads