Menurut Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo, skema pembiayaan proyek yang ada membuat KAI sebagai pihak yang harus membiayai beban pembangunan infrastruktur kepada kontraktor dan juga penugasan operasi sarana LRT Jabodebek.
"Desainnya itu sudah nggak benar dari awal. LRT (Jabodebek) itu menjadi bagian dari Kereta Api dan ini akan menjadi beban," ujar Didiek dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR RI, Rabu (6/7/2022) lalu.
Didiek mengatakan aturan pembiayaan LRT Jabodebek membebani pihaknya sebagai operator karena dalam aturan yang ada infrastruktur dan sarana tidak terpisah pembangunannya. Pembiayaan harus dilakukan seluruhnya oleh KAI sebagaimana tercantum dalam Perpres 49 Tahun 2017.
"Proyek ini agak aneh. Pemilik proyek Kementerian Perhubungan, kontraktor Adhi Karya, di Perpres 49 Kereta Api (KAI) sebagai pembayar. Jadi kalau dibuka anatomi Perpres 49, memang ini sesuatu yang tidak wajar sebetulnya namun ini dalam rangka menyelesaikan proyek strategis nasional sehingga PSO ini termasuk untuk pengembalian infrastrukturnya," jelas Didiek.
Dilihat detikcom, dalam Perpres 49 tepatnya di pasal 8A disebutkan pembayaran atas pembangunan prasarana atau infrastruktur LRT Jabodebek yang dibangun oleh Adhi Karya dilakukan melalui KAI.
Dalam pasal yang sama dijelaskan, pemerintah menugaskan kepada KAI untuk melakukan penyelenggaraan pengoperasian prasarana, perawatan prasarana, dan pengusahaan prasarana termasuk pendanaan pembangunan prasarana LRT. Pasal 8A ini sebelumnya tidak ada dalam Perpres 65 Tahun 2016 yang merupakan aturan yang direvisi dengan Perpres 49 Tahun 2017.
Di aturan yang lama, KAI cuma mendapatkan penugasan dan membiayai penyelenggaraan sarana LRT Jabodebek yang meliputi pengadaan sarana, pengoperasian sarana, perawatan sarana, dan pengusahaan sarana.
KAI biayai pembangunan LRT Jabodebek. Cek halaman berikutnya.
Nah di aturan yang terbit 2017 tugas KAI bertambah untuk melakukan pembiayaan pada pembangunan prasarana atau infrastruktur LRT Jabodebek. Namun penugasan pembangunan infrastruktur LRT dilakukan oleh Adhi Karya.
Dalam pasal 8B Perpres 49 tahun 2017 pendanaan penugasan KAI dalam rangka melakukan pembiayaan untuk sarana dan prasarana LRT Jabodebek didapatkan dari penyertaan modal negara (PMN), pinjaman pemerintah, penerbitan obligasi atau surat utang oleh KAI, pinjaman langsung oleh KAI, ataupun skema lainnya.
Khusus untuk pendanaan lewat pinjaman langsung dan lewat obligasi, KAI mendapatkan penjaminan dari pemerintah untuk utangnya. Cuma, yang jadi masalah adalah sejauh ini justru pembiayaan lewat utang mendominasi proyek LRT Jabodebek.
Didiek menjelaskan untuk pembangunan sarana LRT Jabodebek dibutuhkan dana Rp 4 triliun, sementara Rp 25 triliun untuk pembangunan prasarananya. Totalnya, pembangunan LRT Jabodebek memakan dana Rp 29 triliun.
Nah karena porsi utang lebih banyak, akhirnya proyek ini membebani KAI. Setidaknya, KAI harus berutang Rp 20 triliun untuk menyelesaikan pembangunan LRT Jabodebek. Untuk melakukan pengembalian utang itu, PT KAI (Persero) harus disuntik dana oleh pemerintah melalui Penyertaan Modal Negara (PMN).
"Jadi bagaimana kami mengembalikan utang itu kalau tidak di-top up oleh pemerintah," kata Didiek. (hal/ara)