Proyek Multi Lane Free Flow (MLFF) bernilai US$ 300 juta atau Rp 4,5 triliun bakal diterapkan di Indonesia. MLFF disebut dapat memberi banyak keuntungan bagi Indonesia.
Attila Keszeg, Direktur Utama PT Roatex Indonesia Toll System (RITS) mengatakan, Indonesia tak perlu mengeluarkan uang dalam proyek ini. Skema pembiayaan proyek didapatkan dari retribusi tarif dari pengguna jalan tol saat MLFF sudah beroperasi.
"Skema pembiayaan proyek menggunakan retribusi tarif yang dibayarkan pengguna jalan tol sebagai alat pelunasan proyek, sehingga tidak menggunakan uang pihak manapun di Indonesia saat proyek dilaksanakan," jelas Attila pada pertemuan dengan sejumlah redaktur media nasional di Jakarta, Kamis (15/6/223).
MLFF yang menggunakan skema Design-Build-Finance-Operate-Transfer (DBFOT) punya masa konsesi sembilan tahun. RITS yang merupakan bagian dari Roatex Zrt, perusahaan asal Hungaria, merupakan badan usaha pelaksana proyek MLFF Indonesia.
MLFF merupakan teknologi pembayaran tol terkini berbasis teknologi Global Navigation Satellite System (GNSS) yang memungkinkan transaksi pembayaran tol tanpa berhenti melalui aplikasi di smartphone dan dibaca melalui satelit. MLFF berbasis GNSS ini tidak memerlukan alat pembaca di setiap tempat di jalan tol, sehingga memberikan solusi biaya yang lebih efektif.
Lebih lanjut Attila memaparkan, berbagai keuntungan dan manfaat akan didapat Indonesia dari implementasi MLFF, seperti tidak adanya antrean di gerbang tol yang selama ini menjadi biang kemacetan di tol. Data World Bank menunjukkan bahwa kemacetan menyebabkan Indonesia mengalami kerugian ekonomi lebih dari US$ 4 miliar setiap tahun.
"Penerapan MLFF juga bermanfaat dari sisi lingkungan, karena berkurangnya kemacetan akan mengurangi polusi udara dan beban lingkungan karena tidak ada antrean dan penumpukan kendaraan pada pintu-pintu tol," imbuhnya.
Menurutnya implementasi MLFF akan memudahkan pengguna jalan tol serta meningkatkan profitabilitas operator jalan tol karena mengurangi biaya pengumpulan tol secara besar-besaran. Selain itu, implementasi MLFF akan mengakselerasi transformasi digital Indonesia melalui digitalisasi pembayaran di tol.
"Selain meningkatkan pertumbuhan PDB dengan adanya kelancaran lalu lintas orang dan barang, MLFF juga memberikan transparansi operasional yang berimplikasi pada penerimaan pajak yang lebih tinggi untuk Indonesia," sambungnya.
Namun teknologi yang dikembangkan RITS disebut tak mampu menangkap semua kendaraan yang melintas di jalan tol. Hal ini sempat disampaikan oleh eks Direktur Utama RITS, Musfihin Dahlan. Dia bilang saat ini sistem tersebut hanya mampu menjamin sekitar 80% pendapatan, sehingga ada potensi BUJT kehilangan penerimaannya hingga 20%.
Namun hal ini dibantah oleh RITS. Direktur Teknik RITS, Gyula Orosz mengaku tak tahu angka ini datang dari mana. Menurutnya apa yang dilakukan RITS saat ini selalu berorientasi pada key performance indicator (KPI) yang disepakati sesuai kontrak dengan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).
"Tidak akan ada kebocoran 20% sama sekali. Kami tidak tahu dari mana angka ini berasal, ini tiba-tiba. Namun berdasarkan kontrak kami dengan BPJT, kami memiliki KPI yang sangat ketat. Jika Anda tidak menjangkau mereka, kami tidak diizinkan untuk memulai sistem. Jadi, pada dasarnya AI adalah titik awal yang lebih tinggi, AI ini belajar dari hari ke hari. Dan kami sekarang jauh di atas KPI. Jadi kami tidak takut akan kebocoran ini." ungkapnya dalam kesempatan yang sama.
(ara/ara)