Hitungan balik modal proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung kembali menjadi topik yang hangat. Hal ini tak lepas dari munculnya hitung-hitungan balik modal dari Ekonom Senior Indef Faisal Basri yang salah satunya menyebut proyek tersebut balik modal sampai 139 tahun.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga merespons pernyataan Faisal Basri tersebut. Arya mulanya mempertanyakan, apakah harga tiket kereta tahun 1950 sama dengan tahun 2023. Ia juga mempertanyakan apakah tiket kereta tahun 1970 sama dengan tahun ini.
"Yang dihitung oleh Faisal Basri dan kawan-kawan harga tiket tahun 2023 itu sama dengan harga tiket tahun 2090. Bukan saya katakan bahwa akan ada kenaikan-kenaikan," katanya di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Rabu (18/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, balik modal kereta cepat juga mesti memperhitungkan inflasi, kenaikan pendapatan masyarakat, kondisi ekonomi, dan lain sebagainya.
"Aku tanya apakah harga tiket akan sama tahun 2023 sama 2090? Faisal Basri menghitung sama," ungkapnya.
Oleh karena itu, Arya memahami pernyataan Faisal yang intinya menyebut kereta cepat tak akan balik modal satu abad.
"Makanya, hitungannya dia nggak akan satu abad nggak akan tercapai karena dia hitung Rp 300 ribu hari ini sama Rp 300 ribu tahun 2090 gitu loh. Dan semua pengamat hitungannya seperti itu," katanya.
Faisal Basri sebelumnya membuat sejumlah hitung-hitungan balik modal kereta cepat. Salah satunya dia mengatakan, jika tingkat keterisian penumpang hanya 50% dengan nilai investasi tetap Rp 114 triliun, maka dibutuhkan waktu hingga 139 tahun.
"Nilai investasinya tetap Rp 114 triliun, seat-nya kalau 50% terisi itu 139 tahun. Gampang kok itu ngitungnya," tegasnya.
Pihak KCIC telah buka suara mengenai hitung-hitungan balik modal proyek kereta cepat. Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi mulanya enggan memberikan komentar terkait pernyataan Faisal Basri.
Namun, kemudian dia menyebut jika balik modal proyek ini sekitar 40 tahun. Dia mengatakan, jika balik modalnya proyek kereta cepat tak beda dengan proyek kereta lain.
"Ya itu sekitar itulah 40 (tahun). Jadi kalau kita lihat kaya, MRT berapa sih? MRT, nggak beda. Coba cek MRT Jakarta. Memang infrastruktur kereta begitu. Apalagi KCIC, lahan beli sendiri. Coba cek MRT lahan dibebaskan siapa? LRT lahan dibebaskan siapa? Kereta bandara dan lain-lain," terangnya di Stasiun Halim Jakarta, Selasa (17/10).
Dia mengatakan, KCIC memiliki sumber pendapatan lain selain tiket. Salah satunya ialah hak penamaan atau naming rights. Namun demikian, masalah hak penamaan pihaknya punya banyak pertimbangan,
"Iya dong. Ini, naming rights. Ini hanya tinggal kita mutusin sih, naming rights itu kan kita punya banyak pertimbangan, karena naming rights ini nggak mudah," katanya.
"Misal, tiba-tiba swasta, mohon maaf nih, perusahaan yang nggak terlalu terkait dengan KCIC, tiba-tiba nawar agak lebih mahal dan segala macam, kan pasti kita pertimbangkan. Kenapa sih yang nggak ada kaitannya dengan transportasi, misalnya," imbuhnya.
Simak juga 'Naik Kereta Cepat Whoosh Cuma Rp 150 Ribu, Begini Caranya!':