BI Naikkan Bunga Acuan Lagi Jadi 5,5%

BI Naikkan Bunga Acuan Lagi Jadi 5,5%

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 16 Agu 2018 09:41 WIB
1.

BI Naikkan Bunga Acuan Lagi Jadi 5,5%

BI Naikkan Bunga Acuan Lagi Jadi 5,5%
Foto: Sylke Febrina Laucereno
Jakarta - Bank Indonesia (BI) akhirnya menaikkan tingkat bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,5% dari sebelumnya 0,25%.

Sementara itu, untuk suku bunga deposit facility naik 25 bps jadi 4,75% dan lending facility naik 25 bps jadi 6,25%.

BI menyebut kenaikan bunga ini dilakukan sebagai upaya untuk mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik dan mengendalikan defisit transaksi berjalan dalam batas yang aman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bank Indonesia menghargai dan mendukung keseriusan dan langkah-langkah konkrit pemerintah untuk menurunkan defisit transaksi berjalan dengan mendorong ekspor dan menurunkan impor, termasuk penundaan proyek-proyek Pemerintah yang memiliki kandungan impor tinggi.

Selain itu apa lagi alasan BI menaikan bunga? Berikut ulasannya :
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan rapat dewan gubernur periode Agustus ini membahas perkembangan ekonomi global dan domestik.

"Pertemuan RDG bulan ini memang diwarnai berbagai perkembangan global maupun domestik," kata Perry.

Dari luar negeri, BI mencermati dampak krisis ekonomi yang dialami Turki. Krisis tersebut telah memberi sentimen negatif bagi ekonomi dunia termasuk ke negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Hal itu tercermin dari jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang bila ditarik dari awal tahun telah mencapai 7% lebih.

"Global kita cermati di Turki maupun domestik, berbagai indikator ekonomi termasuk perkembangan dari sisi neraca pembayaran," tambah Perry.

"Akhir-akhir ini ketidakpastian ekonomi global semakin tinggi akibat Turki yang disebabkan kerentanan ekonomi domestik otoritas di Turki dan meningkatnya ketengangan Turki dengan AS," sambungnya.

Selain krisis Turki, BI juga mencermati perkembangan suku bunga acuan AS yakni fed fund rate (FFR).

"BI terus mencermati dan waspadai risiko dari sisi eksternal tersebut baik bunga FFR ketegangan perdagangan maupun yang terjadi di turki termasuk ke mungkinan dampak rambatan yang terjadi di Turki tersebut," tandas dia.

Bank Indonesia (BI) mengungkapkan cadangan devisa RI masih dalam jumlah yang aman. Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan jumlah cadangan devisa tersebut mampu untuk memitigasi kemungkinan keluarnya dana asing dari dalam negeri, pembiayaan impor dan pembayaran utang luar negeri (ULN).

Cadangan devisa adalah sebagai seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai oleh otoritas moneter dan dapat digunakan setiap waktu untuk membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran atau dalam rangka stabilitas moneter dengan melakukan intervensi di pasar valuta asing dan untuk tujuan lainnya.

Fungsi dari cadangan devisa yaitu untuk membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran dan untuk menjaga stabilitas moneter. Dalam kaitan dengan neraca pembayaran, cadangan devisa biasanya digunakan untuk membiayai impor dan membayar kewajiban luar negeri, sementara dalam fungsinya untuk menjaga stabilitas moneter adalah untuk mempertahankan nilai tukar rupiah.

Perry menjelaskan, cadangan devisa RI akhir Juli 2018 tercatat US$ 118,3 miliar turun US$ 1,5 miliar dari posisi sebelumnya US$ 119,8 miliar. Sejak awal tahun cadangan devisa telah tergerus US$ 13,68 miliar.

"Cadangan devisa yang dimiliki BI saat ini masih lebih dari cukup. Cukup dalam arti, tidak hanya impor, pembayaran utang, tapi juga cukup memitigasi kemungkinan capital reversal," kata Perry dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Rabu (15/8/2018).

Posisi tersebut setara dengan pembiayaan 6,7 hingga 6,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Perry mengungkapkan, posisi tersebut masih di atas kecukupan standar internasional sebesar 3 bulan impor.

Dia mengungkapkan, BI juga bekerja sama dengan sejumlah negara lain untuk pertukaran mata uang atau bilateral swap arrangement (BSA) yang telah dilakukan BI dengan beberapa negara, seperti Jepang US$ 22,76 miliar atau, Australia sebesar AUD 10 miliar.

BSA merupakan kerjasama swap rupiah dengan mata uang negara lain untuk mengatasi kesulitan likuiditas akibat permasalahan neraca pembayaran dan likuiditas jangka pendek.

"Bilateral swap yang ada sebagai suatu instrumen bantalan atau buffer," jelasnya.

Bank Indonesia (BI) mengungkapkan cadangan devisa RI masih dalam jumlah yang aman. Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan jumlah cadangan devisa tersebut mampu untuk memitigasi kemungkinan keluarnya dana asing dari dalam negeri, pembiayaan impor dan pembayaran utang luar negeri (ULN).

Cadangan devisa adalah sebagai seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai oleh otoritas moneter dan dapat digunakan setiap waktu untuk membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran atau dalam rangka stabilitas moneter dengan melakukan intervensi di pasar valuta asing dan untuk tujuan lainnya.

Fungsi dari cadangan devisa yaitu untuk membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran dan untuk menjaga stabilitas moneter. Dalam kaitan dengan neraca pembayaran, cadangan devisa biasanya digunakan untuk membiayai impor dan membayar kewajiban luar negeri, sementara dalam fungsinya untuk menjaga stabilitas moneter adalah untuk mempertahankan nilai tukar rupiah.

Perry menjelaskan, cadangan devisa RI akhir Juli 2018 tercatat US$ 118,3 miliar turun US$ 1,5 miliar dari posisi sebelumnya US$ 119,8 miliar. Sejak awal tahun cadangan devisa telah tergerus US$ 13,68 miliar.

"Cadangan devisa yang dimiliki BI saat ini masih lebih dari cukup. Cukup dalam arti, tidak hanya impor, pembayaran utang, tapi juga cukup memitigasi kemungkinan capital reversal," kata Perry dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Rabu (15/8/2018).

Posisi tersebut setara dengan pembiayaan 6,7 hingga 6,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Perry mengungkapkan, posisi tersebut masih di atas kecukupan standar internasional sebesar 3 bulan impor.

Dia mengungkapkan, BI juga bekerja sama dengan sejumlah negara lain untuk pertukaran mata uang atau bilateral swap arrangement (BSA) yang telah dilakukan BI dengan beberapa negara, seperti Jepang US$ 22,76 miliar atau, Australia sebesar AUD 10 miliar.

BSA merupakan kerja sama swap rupiah dengan mata uang negara lain untuk mengatasi kesulitan likuiditas akibat permasalahan neraca pembayaran dan likuiditas jangka pendek.

"Bilateral swap yang ada sebagai suatu instrumen bantalan atau buffer," jelasnya.

Bank Indonesia (BI) mengungkapkan cadangan devisa RI masih dalam jumlah yang aman. Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan jumlah cadangan devisa tersebut mampu untuk memitigasi kemungkinan keluarnya dana asing dari dalam negeri, pembiayaan impor dan pembayaran utang luar negeri (ULN).

Cadangan devisa adalah sebagai seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai oleh otoritas moneter dan dapat digunakan setiap waktu untuk membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran atau dalam rangka stabilitas moneter dengan melakukan intervensi di pasar valuta asing dan untuk tujuan lainnya.

Fungsi dari cadangan devisa yaitu untuk membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran dan untuk menjaga stabilitas moneter. Dalam kaitan dengan neraca pembayaran, cadangan devisa biasanya digunakan untuk membiayai impor dan membayar kewajiban luar negeri, sementara dalam fungsinya untuk menjaga stabilitas moneter adalah untuk mempertahankan nilai tukar rupiah.

Perry menjelaskan, cadangan devisa RI akhir Juli 2018 tercatat US$ 118,3 miliar turun US$ 1,5 miliar dari posisi sebelumnya US$ 119,8 miliar. Sejak awal tahun cadangan devisa telah tergerus US$ 13,68 miliar.

"Cadangan devisa yang dimiliki BI saat ini masih lebih dari cukup. Cukup dalam arti, tidak hanya impor, pembayaran utang, tapi juga cukup memitigasi kemungkinan capital reversal," kata Perry dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Rabu (15/8/2018).

Posisi tersebut setara dengan pembiayaan 6,7 hingga 6,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Perry mengungkapkan, posisi tersebut masih di atas kecukupan standar internasional sebesar 3 bulan impor.

Dia mengungkapkan, BI juga bekerja sama dengan sejumlah negara lain untuk pertukaran mata uang atau bilateral swap arrangement (BSA) yang telah dilakukan BI dengan beberapa negara, seperti Jepang US$ 22,76 miliar atau, Australia sebesar AUD 10 miliar.

BSA merupakan kerjasama swap rupiah dengan mata uang negara lain untuk mengatasi kesulitan likuiditas akibat permasalahan neraca pembayaran dan likuiditas jangka pendek.

"Bilateral swap yang ada sebagai suatu instrumen bantalan atau buffer," jelasnya.

Hide Ads