Cadangan devisa adalah sebagai seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai oleh otoritas moneter dan dapat digunakan setiap waktu untuk membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran atau dalam rangka stabilitas moneter dengan melakukan intervensi di pasar valuta asing dan untuk tujuan lainnya.
Fungsi dari cadangan devisa yaitu untuk membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran dan untuk menjaga stabilitas moneter. Dalam kaitan dengan neraca pembayaran, cadangan devisa biasanya digunakan untuk membiayai impor dan membayar kewajiban luar negeri, sementara dalam fungsinya untuk menjaga stabilitas moneter adalah untuk mempertahankan nilai tukar rupiah.
Perry menjelaskan, cadangan devisa RI akhir Juli 2018 tercatat US$ 118,3 miliar turun US$ 1,5 miliar dari posisi sebelumnya US$ 119,8 miliar. Sejak awal tahun cadangan devisa telah tergerus US$ 13,68 miliar.
"Cadangan devisa yang dimiliki BI saat ini masih lebih dari cukup. Cukup dalam arti, tidak hanya impor, pembayaran utang, tapi juga cukup memitigasi kemungkinan capital reversal," kata Perry dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Rabu (15/8/2018).
Posisi tersebut setara dengan pembiayaan 6,7 hingga 6,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Perry mengungkapkan, posisi tersebut masih di atas kecukupan standar internasional sebesar 3 bulan impor.
Dia mengungkapkan, BI juga bekerja sama dengan sejumlah negara lain untuk pertukaran mata uang atau bilateral swap arrangement (BSA) yang telah dilakukan BI dengan beberapa negara, seperti Jepang US$ 22,76 miliar atau, Australia sebesar AUD 10 miliar.
BSA merupakan kerja sama swap rupiah dengan mata uang negara lain untuk mengatasi kesulitan likuiditas akibat permasalahan neraca pembayaran dan likuiditas jangka pendek.
"Bilateral swap yang ada sebagai suatu instrumen bantalan atau buffer," jelasnya.