Selain memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate menjadi 6%, BI juga mengambil beberapa keputusan baru. BI juga menaikkan porsi pemenuhan GWM Rupiah Rata-rata (konvensional dan syariah) dari 2% menjadi 3%.
BI juga meningkatkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) baik konvensional dan syariah yang dapat direpokan ke BI dari 2% menjadi 4% yang dihitung dari Dana Pihak Ketiga (DPK) masing-masing perbankan.
Gubernur BI Perry Warjiyo menekankan kedua kebijakan itu diambil bukan bertujuan untuk memperketat kebijakan pemenuhan likuiditas, melainkan untuk meningkatkan fleksibilitas dan distribusi likuiditas di perbankan.
"Dengan demikian ini meningkatkan fleksibilitas dari manajemen meningkatkan likuiditas dan distribusi likuiditas, bukan mengetatkan," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
GWM rupiah rata-rata sendiri diartikan sebagai dana simpana giro milik bank yang kini dihitung secara rata-rata selama 2 minggu. Itu artinya perbankan saat ini diharuskan memiliki simpanan giro yang dihitung secara rata-rata dalam 2 minggu sebesar 3%.
Sementara PLM merupakan perhitungan yang bisa menjadi underlying bagi perbankan melakukan repo atas surat berharga ke BI. Dengan rasio PLM meningkat maka diharapkan likuiditas antar perbankan semakin lancar.
"Itu isinya surat berharga seperti SBN, SBI, maupun yang lain. Dengan menaikan prosi yang bisa direpokan dari 2% jadi 4%, sehingga seluruh surat-surat berharga yang dimilik bank pemenuhan PLM bisa jadi underlying repo ke BI. Bisa meningkatkan likuditas bank," terangnya.
BI sendiri mencatat rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan terjaga pada tingkat yang aman mencapai 22,9%. Sementara rasio likuiditas (AL/DPK) terjaga sebesar 19,2% pada September 2018, meningkat dibandingkan posisi Agustus 2018 sebesar 18,3%.
(das/ang)