Direktur Pelayanan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agus Fajri Zam menceritakan OJK sebagai regulator berupaya untuk memberikan pengetauhan dan edukasi kepada masyarakat.
"Tapi aneh bin ajaib, kita sudah edukasi dan literasi ke masyarakat untuk memberikan pemahaman. Supaya melek keuangan semuanya, tapi inklusinya 70% dan literasinya 26%," kata Agus dalam acara Fintech Summit & Expo di JCC, Jakarta, Senin (23/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan rendahnya literasi tersebut, Agus menyebut ada masyarakat yang menggunakan produk keuangan namun tidak memahami cara kerjanya.
"Artinya mereka suka pakai, tapi tidak mau tahu apa yang dipakai, celakanya pakai kartu kredit atau asuransi tapi tidak mengerti apa yang dia tandatangani," ujar Agus.
Menurut dia banyak masyarakat yang tak memahami dan baru menyadari aturan main produk saat ia sudah menggunakan produk tersebut. Hal ini terjadi karena banyak pengguna yang tidak membaca kontrak dengan seksama saat perjanjian pinjaman.
"Tak heran banyak pengguna yang di tengah jalan baru ngeh produk keuangannya. 'Oh ini begini ya' padahal di kontrak sudah ditanda tangani, tapi dia tidak mengerti karena tak mau baca," ujarnya.
Baca juga: Pakai QR Code, Hati-hati Ada Copet Digital |
Agus menceritakan, saat ini kebanyakan pengguna yang menemui masalah dalam produk keuangan selalu mengadu ke OJK untuk penyelesaian. Padahal, dalam kontrak atau perjanjian yang mengikat para pihak harus menyelesaikan sendiri dan tak ada satu orangpun yang bisa ikut campur.
Sehingga jika ada perjanjian utang dan pembayarannya, maka tak ada orang lain yang bisa membantu untuk menghilangkan isi perjanjian. Kecuali ada kesepakatan untuk pembatalan.
(kil/dna)