Periode 2013-2017, skema finansial reasuransi Jiwasraya berakhir di awal 2013, manajemen mengajukan rencana penyehatan. Bank BUMN menyetorkan obligasi rekapitalisasi sebagai pengganti finansial reasuransi ke Jiwasraya.
Opsi ini tidak dapat berjalan. Akhir 2013, Jiwasraya menyampaikan alternatif berupa penilaian kembali aset tanah dan bangunan dengan nilai buku Rp208 miliar, direvaluasi menjadi Rp6,3 triliun. "Sehingga menjadi solvent," ungkap Deni.
Pada 2013-2016, Jiwasraya mampu berjalan cukup baik dan selalu menghasilkan laba, Namun terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang oleh manajemen Jiwasraya. Tahun 2015, BPK melakukan audit atas kinerja Jiwasraya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat itu, OJK mengingatkan Jiwasraya agar mengevaluasi produk JS saving plan dan menyesuaikan dengan kemampuan pengelolaan investasi," ungkapnya
Auditor lantas mengoreksi nilai cadangan Jiwasraya. Di mana, laba Jiwasraya per 31 Desember 2017 terkoreksi dari Rp 2,4 triliun (unaudited) menjadi hanya Rp 428 miliar.
Periode 2018-sekarang, OJK mencatat adanya defisit Jiwasraya per 31 Desember 2018 sebesar Rp10,2 triliun. Seiring pergantian direksi Jiwasraya di awal 2018, dilakukan evaluasi menyetop penjualan JS Saving Plan. sehingga menimbulkan tekanan likuiditas
Akhir 2018, lanjut Deni, kondisi keuangan Jiawasraya semakin tidak kondusif. Terjadi pelepasan aset investasi Jiwasraya untuk membayar klaim.
Prediksi otoritas, rasio kecukupan modal untuk menanggung risiko atau risk based capital (RBC) di atas 120% baru tercapai tahun 2028. Jiwasraya mengajukan dispensasi untuk mencapai kesehatan RBC di 2028
Upaya penyehatan Jiwasraya, menurut Deni, terus dilakukan. Solusi pemerintah saat ini adalah membentuk anak perusahaan bernama Jiwasraya Putra, holding asuransi dan kerjasama reasuransi. Jiwasraya Putra sedang disiapkan.
"Seharusnya kita tidak usah panik karena sudah punya pengalaman Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Gerak pemerintah menyelamatkan Jiwasraya, semakin cepat semakin baik," pungkasnya.
(ang/ang)