Sepanjang 2019 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penerimaan sebesar Rp 5,99 triliun atau mencapai 98,83% dari target penerimaan Rp 6,06 triliun.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan penerimaan ini digunakan untuk operasional OJK.
"Pada kesempatan yang baik ini, kami menyampaikan realisasi anggaran dan penerimaan pungutan OJK tahun 2019. Untuk anggaran Rp 5,47 triliun atau 98,94% dari pagu anggaran Rp 5,52 triliun," kata Wimboh, Selasa (4/2/2020).
Dia menjelaskan seluruh bidang mencatatkan realisasi anggaran di atas 98%.
"Untuk sisa anggaran hasil efisiensi dan optimalisasi sebesar Rp 58 miliar yang digunakan untuk pembayaran kewajiban pajak OJK," sambungnya.
Kemudian disebutkan pungutan dari sektor perbankan tercatat Rp 4,02 triliun, pasar modal Rp 894,38 miliar dan industri keuangan non bank (IKNB) 775,46 miliar dan manajemen strategis Rp 299,5 miliar.
Sementara itu, jika dilihat dari jenis pungutan yang paling besar berasal dari biaya tahunan Rp 5,56 triliun, disusul pungutan dari pengelolaan sebesar Rp 299,5 miliar, sanksi denda Rp 71,46 miliar dan registrasi Rp 52,76 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal tersebut, anggota komisi XI fraksi PDIP Andreas Eddy Susetyo masih mempertanyakan kinerja pengawasan oleh OJK. Menurutnya angka tersebut belum mencerminkan kinerja yang maksimal.
"Mengenai realisasi anggaran. Untuk transparansi dan akuntabilitas memang ini tidak menggambarkan aktivitas OJK keseluruhan padahal fungsi OJK ini ada dalam pengawasan. Ini menjadi catatan penting," kata Andreas.
Oleh karena itu ke depannya pengawasan industri keuangan diharap dapat semakin ditingkatkan salah satunya mencegah permasalahan di industri jasa keuangan.
(kil/dna)