Iuran BPJS Kesehatan Tidak akan Turun!

Iuran BPJS Kesehatan Tidak akan Turun!

Hendra Kusuma - detikFinance
Rabu, 19 Feb 2020 06:56 WIB
Menkeu Sri Mulyani Indrawati usulkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan di semua golongan. Hal itu dilakukan untuk menutup defisit keuangan di BPJS Kesehatan.
Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Pemerintah tetap menaikkan iuran BPJS Kesehatan meski banyak anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menolak. Pihak parlemen beragumentasi kenaikan iuran bisa dilakukan usai pemerintah menyelesaikan pembersihan data alias cleansing.

Sampai saat ini pemerintah belum menyelesaikan proses pembersihan data khususnya pada kelompok peserta bukan penerima upah (PBPU). Kelompok tersebut berjumlah 27,4 juta jiwa dan khusus bukan pekerja (BP) kelas 3 mandiri ada 19,1 juta. Jumlah tersebut yang masih menuai masalah.

Permintaan pembatalan kenaikan iuran pun kembali disuarakan pihak parlemen saat rapar kerja gabungan (rakergab) antara DPR dengan pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Koordinator Bidang PMK, Kementerian Sosial, jajaran DJSN, dan jajaran direksi BPJS Kesehatan.

Salah satu anggota DPR yang menolak adalah Nihayatul Wafiroh, wanita yang menjabat Wakil Ketua Komisi IX ini kembali mengungkit kesimpulan rapat gabungan antara pemerintah dengan Komisi IX dan XI pada September 2019.

"Kami sudah memutuskan melalui rapat internal, memegang rapat 2 September 2019 yakni meminta menunda atau batalkan kenaikan iuran BPJS untuk PBPU (peserta bukan penerima upah) dan PBI," kata Nihayatul, Selasa (18/2/2020)

Nihayatul menjelaskan keputusan tersebut mengacu pada pelaksanaan data cleansing atau pembersihan data di Kementerian Sosial (Kemensos) yang belum juga selesai. Data tersebut nantinya akan menjadi penentu siapa saja yang masuk ke dalam peserta penerima bantuan iuran (PBI) atau disubsidi pemerintah atau tidak.

"Sebelum ada pembersihan data dari Kemensos , cleansing data belum selesai. Kami Komisi IX berpegang teguh untuk membatalkan kenaikan PBPU dan PBI sebab cleansing data belum selesai," ungkap dia.

Mesi diminta membatalkan kenaikan iuran, pemerintah tetap dengan keputusan penyesuaian yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Jokowi pada 24 Oktober 2019 telah melihat kesimpulan dan usulan dari DPR.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati keputusan penyesuaian iuran sudah memperhitungkan usulan DPR terkait pembersihan data. Prosesnya sudah dilakukan oleh Kementerian Sosial, walaupun belum selesai.


Jika pihak parlemen ngotot, Sri Mulyani pun mengancam akan menarik kembali suntikan modal sebesar Rp 13,5 triliun yang sudah diberikan kepada BPJS Kesehatan. Dana tersebut digunakan untuk pembayaran selisih tarif peserta penerima bantuan iuran (PBI) pusat dan daerah, serta peserta penerima upah (PPU) kelompok pemerintah.

Berdasarkan kesepakatan itu, pemerintah melakukan penyesuaian kepada PBI pusat dan daerah menjadi Rp 42.000 per bulan per jiwa mulai Agustus 2019 dan untuk PPU kelompok pemerintah pada Oktober 2019.


Sementara Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengungkapkan kenaikan ini telah disetujui dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahun lalu. Sehingga jika memang akan ada perubahan, harus sesuai dengan persetujuan presiden.

"BPJS Kesehatan sesuai UU nomor 30 tahun 2014 harus meminta persetujuan langsung, dalam hal ini Presiden karena ada potensi untuk mengubah anggaran," kata Fahmi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/2/2020).

Fahmi menyebut kenaikan iuran ini adalah hal yang harus dilakukan. Pasalnya, sesuai dengan UU BPJS Kesehatan, kenaikan iuran harus dilakukan setiap 2 tahun sekali.

Mendengar penjelasan pemerintah, Ketua DPR Puan Maharani pun menutup rakergab tentang BPJS Kesehatan tanpa kesimpulan yang disepakati antara parlemen dan pemerintah.

Hanya saja Puan meminta pemerintah untuk menyelesaikan dengan cepat proses pembersihan data, serta memasukan 19,1 juta jiwa peserta kelas 3 mandiri ke dalam data PBI. Sehingga, peserta tersebut iurannya ditanggung oleh pemerintah.

Dengan tidak ada keputusan, Menteri Koordinator Bidang PMK Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah tetap menaikkan iuran premi BPJS Kesehatan sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Tetap berlaku sesuai bunyi Perpres," kata Muhadjir di gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/2/2020).

Dia mengaku proses cleansing data akan diselesaikan dalam waktu cepat. Saat ini ada 19,1 juta peserta kelas 3 mandiri alias bukan pekerja (BP) yang harus diteliti lebih jauh oleh Kementerian Sosial. Proses yang dilakukan memastikan bahwa peserta di kelas 3 mandiri ini mampu atau tidak mampu.


Salah satu solusi yang disiapkan pemerintah, dikatakan Muhadjir adalah memindahkan peserta kelas 3 kepada peserta penerima bantuan iuran (PBI). Sehingga masyarakat miskin mendapat subsidi pemerintah untuk membayar iuran premi BPJS Kesehatan.

"Cleansing data akan kami segera selesaikan secepatnya kalau memang nanti solusinya memasukkan peserta kelas 3 ke dalam PBI maka akan segera kami lakukan kalau itu menjadi keputusan bersama," jelasnya.

Dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019 ditetapkan pemberlakuan tarif baru mulai 1 Januari 2019. Berikut ini rincian kenaikannya:

Penerima Bantuan Iuran (PBI), iuran naik dari Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 per jiwa per bulan. Besaran iuran ini juga berlaku bagi peserta yang didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD). Iuran PBI dibayar penuh oleh APBN, sedangkan peserta didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD) dibayar penuh oleh APBD.

Pekerja Penerima Upah Pemerintah (PPU-P), yang terdiri dari ASN/TNI/POLRI, semula besaran iuran adalah 5% dari gaji pokok dan tunjangan keluarga, di mana 3% ditanggung oleh pemerintah dan 2% ditanggung oleh ASN/TNI/POLRI yang bersangkutan, diubah menjadi 5% dari gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan profesi, dan tunjangan kinerja atau tambahan penghasilan bagi PNS Daerah, dengan batas sebesar Rp 12 juta, di mana 4% ditanggung oleh pemerintah dan 1% ditanggung oleh ASN/TNI/POLRI yang bersangkutan.


Pekerja Penerima Upah Badan Usaha (PPU-BU), semula 5% dari total upah dengan batas atas upah sebesar Rp 8 juta, di mana 4% ditanggung oleh pemberi kerja dan 1% ditanggung oleh pekerja, diubah menjadi 5% dari total upah dengan batas atas upah sebesar Rp 12 juta, di mana 4% ditanggung oleh pemberi kerja dan 1% ditanggung oleh pekerja.

Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU)/Peserta Mandiri. Di sini ada tiga kelas yang diatur, yaitu:
- Kelas 3: naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per jiwa per bulan
- Kelas 2: naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 per jiwa per bulan
- Kelas 1: naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 per jiwa per bulan



Simak Video "Video: Respons Menkes Budi soal Isu Iuran BPJS Kesehatan Naik di 2025"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads