Ngerinya Dampak Hiperinflasi Kalau RI Kebanyakan Cetak Uang

Ngerinya Dampak Hiperinflasi Kalau RI Kebanyakan Cetak Uang

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 11 Mei 2020 03:50 WIB
BUMN percetakan uang, Perum Peruri dibanjiri pesanan cetak uang dari Bank Indonesia (BI). Pihak Peruri mengaku sangat kewalahan untuk memenuhi pesanan uang dari BI yang mencapai miliaran lembar. Seorang petugas tampak merapihkan tumpukan uang di cash center Bank Negara Indonesia Pusat, kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (21/10/2013). (FOTO: Rachman Haryanto/detikFoto)
Ilustrasi/Foto: Rachman Haryanto


Yusuf menjelaskan, pencetakan uang sama dengan menebar likuiditas. Jika penambahan likuiditas melebihi pengadaan barang maka akan mendorong inflasi lebih cepat.

"Secara teoritis, jika pencetakan uang berujung peredaran uang yang lebih cepat dibandingkan pengadaan barang, bisa mendorong terhadap inflasi," terangnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebenarnya Indonesia pernah melakukan cetak uang pada periode 1957-1965. Saat itu Indonesia sedang membutuhkan dana besar untuk berbagai kebutuhan seperti pos prioritas politik yang digunakan untuk operasi keamanan, subsidi BUMN dan swasta. Dampaknya terjadi hiperinflasi.

"Bahkan pada menilik pada sejarah Indonesia di medio tahun 1960-an kebijakan mencetak uang dan juga kondisi politik pada saat itu yang tidak stabil bermuara pada hiperinflasi, atau tingkat inflasi yang berada di atas 100%," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Yusuf menjelaskan hiperinflasi merupakan laju inflasi yang sangat tinggi. Biasanya di kisaran 100% bahkan lebih. Itu artinya kenaikan harga barang rata-rata bisa mencapai 100% lebih.

"Sebagai ilustrasi pada tahun 1966, terjadi kenaikan harga hingga 635%, dengan kenaikan ini, misal harga barang pokok Rp 100 rupiah kenaikan inflasi di atas meningkatkan harga hingga menjadi Rp 735," terangnya.

Dia memberikan contoh sederhana lainnya, Zimbabwe pernah mencetak uang dan dampaknya terjadi hiperinflasi. Hal itu menyebabkan harga sosis meningkat menjadi 30 juta dolar Zimbabwe dari sebelumnya hanya mencapai 379 dolar Zimbabwe.

Meski begitu, kondisi ekonomi RI saat itu dengan sekarang ini tentu berbeda. Bisa saja pencetakan uang dengan level tertentu tidak memberikan dampak besar terhadap inflasi.

"Beberapa penelitian justru menunjukkan hubungan negatif antara pencetakan uang dan inflasi di masa sekarang. Sehingga, pencetakan uang di level tertentu tidak akan mengerek inflasi terlalu besar di masa sekarang," ucapnya.



Simak Video "Video: Tampang Penipu yang Ngaku Bisa Gandakan Uang di Cilacap"
[Gambas:Video 20detik]

(das/ara)

Hide Ads