Waspada! Ini Risiko buat Bank Jika Serangan Corona Berlarut-larut

Waspada! Ini Risiko buat Bank Jika Serangan Corona Berlarut-larut

Trio Hamdani - detikFinance
Sabtu, 16 Mei 2020 04:00 WIB
Poster
Ilustrasi/Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan sejumlah risiko yang bakal dihadapi industri perbankan jika pandemi COVID-19 berkepanjangan. Paling tidak ada tiga risiko yang akan dihadapi perbankan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menjelaskan, risiko yang pertama adalah risiko kredit. Hal itu terjadi karena sektor riil terutama UMKM mulai kesulitan membayar kewajibannya kepada perbankan.

"Pertama kami melihat ada risiko-risiko kredit. Ini tentunya mulai akan terlihat kalau sektor UMKM kita mulai terganggu dan tidak membayar kewajibannya kepada industri keuangan kita," kata dia dalam diskusi online yang tayang di YouTube, Jumat (15/5/2020).

Menurutnya kondisi tersebut akan membuat rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) meningkat. Namun dia yakin perbankan pasti akan berpikir bagaimana memitigasinya jika risiko tersebut benar-benar terjadi.


Lalu yang kedua adalah risiko pasar, yaitu perubahan aset lembaga jasa keuangan yang diakibatkan oleh yield instrumen keuangan dan pelemahan nilai tukar.

"Juga ada risiko pasar karena memang akibat dari pelemahan yield instrumen keuangan, kemudian juga pelemahan nilai tukar, itu pasti akan terjadi juga risiko pasar," sebutnya.

Ketiga, risiko likuiditas juga membayangi industri perbankan jika merebaknya virus Corona berlarut-larut.

"Ke depan kita terus akan melakukan pemantauan day to day karena tekanan likuiditas akibat dari pressure tadi, kalau nasabahnya tidak membayar, kemudian pasti banknya akan mulai anget itu cash flow-nya, bagaimana memenuhi likuiditasnya," tambahnya.

Bagaimana kondisi bank saat ini? Lanjut ke halaman berikutnya.



Ketua Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) Sunarso buka-bukaan kondisi perbankan khususnya pelat merah imbas pandemi COVID-19. Menurutnya saat ini industri jasa keuangan tersebut sudah masuk ke pangkal krisis akibat merebaknya virus Corona.

"Impact-nya terhadap perbankan, sampai Maret saya katakan bahwa mungkin baru kena di pangkal krisis, sampai di Maret, karena kalau saya katakan bahwa Januari-Februari sebenarnya kita masih normal," kata dia dalam diskusi online yang tayang di YouTube, Jumat (15/5/2020).

Meski demikian, dia menjelaskan kondisi perbankan hingga Maret masih cukup stabil. Tapi pihaknya tak dapat menjanjikan bagaimana untuk ke depannya.

"Krisis baru pangkalnya saja yang mengefek mempengaruhi kinerja perbankan. Tapi selanjutnya saya akan mengatakan nggak janji deh setelah ini. Karena kondisinya memang kita masih penuh uncertainty (ketidakpastian). Yang terpenting adalah bagaimana kita me-manage risiko ini dan mengelolanya dengan baik," jelasnya.


Dia pun menilai krisis yang diakibatkan pandemi COVID-19 berbeda dengan krisis 1998 dan 2008. Sebab yang terjadi kali ini merata ke semua sektor dan semua negara. Bahkan UMKM yang selamat pada krisis sebelumnya pun ikut dihantam oleh pandemi virus Corona.

"Bahwa sekarang ini nggak ada yang bisa ngeles, semua di seluruh dunia, karena kalau dulu mungkin mau ngutang kanan-kiri masih bisa, sekarang ya nggak tahu semuanya mau ngutang," jelasnya.

Namun belajar dari pengalaman krisis terdahulu, dia menjelaskan bahwa manajemen risiko yang dilakukan perbankan kian membaik.

"Bahwa sebenarnya dari krisis ke krisis kita sebenarnya makin membaik, yaitu kualitas daripada risk management kita di industri," tambahnya.



Simak Video "Video: Nekat! Teknisi Bank di Bandung Bobol Kas Kantor untuk Bangun Rumah"
[Gambas:Video 20detik]