Ada Isu Pengembalian Pengawasan Bank ke BI, Ini Sejarah OJK

Ada Isu Pengembalian Pengawasan Bank ke BI, Ini Sejarah OJK

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Sabtu, 04 Jul 2020 13:45 WIB
Ilustrasi Gedung Djuanda I dan Gedung Soemitro Djojohadikusumo
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di usianya yang ke-8 tahun saat ini menjadi sorotan. Pasalnya muncul wacana Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengembalikan pengawasan perbankan ke Bank Indonesia (BI).

Bagaimana sebenarnya latar belakang pembentukan OJK ini? Berikut berita selengkapnya:

Mengutip laman resmi ojk.go.id, OJK dibentuk berdasaran Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor keuangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mulai dari perbankan, pasar modal dan sektor jasa keuangan nonbank seperti Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.

OJK adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 21 tersebut.

ADVERTISEMENT

Untuk industri keuangan non bank, pasar modal secara resmi beralih dari Kementerian Keuangan dan Bapepam LK ke OJK pada 31 Desember 2012. Sedangkan pengawasan di sektor perbankan beralih ke OJK pada 31 Desember 2013 dan Lembaga Keuangan Mikro pada 2015.

Pembentukan OJK diharapkan bisa mengatur sektor jasa keuangan agar terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel dan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen maupun masyarakat.

Sebelumnya, beredar isu terkait pengembalian pengawasan perbankan ke BI dikarenakan ketidakpuasan akan kinerja OJK selama pandemi. Hal tersebut disampaikan oleh dua orang sumber yang diberi pengarahan tentang masalah ini, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (2/7/2020) lalu.

OJK didirikan berdasarkan undang-undang tahun 2011 untuk mengawasi lembaga keuangan. OJK dibentuk dengan best practice dari struktur regulasi jasa keuangan Inggris saat itu. Sumber menyebutkan, Indonesia saat ini tengah melihat Prancis, yang memiliki otoritas administratif independen di bawah bank sentral yang mengawasi perbankan.

"BI sangat senang tentang ini. Tetapi akan ada tambahan untuk KPI (key performance indicator), akan diberitahu untuk tidak hanya menjaga mata uang dan inflasi, tetapi juga pengangguran," kata sumber.

OJK juga proaktif mendukung Pemerintah dalam menangani dampak COVID-19 dan mendorong pemulihan ekonomi nasional dengan menerbitkan kebijakan restrukturisasi sesuai kewenangannya sebagai regulator sektor jasa keuangan. Kebijakan restrukturisasi tersebut, diterbitkan pada 26 Februari 2020 yang dituangkan dalam POJK 11/2020 pada 16 Maret 2020.

"OJK mengharapkan seluruh pegawainya fokus dengan pelaksanaan UU dan berkonsentrasi menjadi bagian penanganan COVID-19 yang dibutuhkan oleh masyarakat," ujar Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo, dalam keterangannya, Jumat (3/7/2020).

Restrukturisasi ini menjadi acuan dalam penjabaran Perppu 1/2020 melalui Penerbitan PP 23/2020 yang antara lain berupa Subsidi Bunga (PMK 65/2020), penempatan untuk Kebutuhan Likuiditas (PMK 64/2020) dan untuk menggerakkan sektor riil melalui penempatan uang negara (PMK 70/2020).

"Nilai insentif selama 3 bulan realisasi stimulus relaksasi restrukturisasi kredit mencapai lebih Rp 97 triliun," ujar Anto Prabowo.

OJK berharap kebijakan restrukturisasi mampu menggerakkan sektor riil. Karena tanpa bergeraknya sektor riil segala yang disiapkan pemerintah seperti penempatan uang negara dan subsidi bunga itu akan mengalami hambatan.

"OJK fokus pada upaya membantu Pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan OJK dan tidak fokus pada hal lainnya," ungkap Anto Prabowo.




(kil/ara)

Hide Ads