Cerita soal Krisis, Bos BRI: Tidak Ada yang Seberat Hari Ini

ADVERTISEMENT

Cerita soal Krisis, Bos BRI: Tidak Ada yang Seberat Hari Ini

Soraya Novika - detikFinance
Rabu, 26 Agu 2020 13:24 WIB
Direktur Utama BRI Sunarso
Foto: BRI
Jakarta -

Indonesia sempat melalui beberapa krisis selama lebih dari 20 tahun terakhir mulai dari krisis moneter tahun 1998, krisis 2008 maupun krisis 2013. Namun, krisis akibat pandemi COVID-19 ini dianggap lebih berat dibandingkan dengan krisis sebelumnya. Setidaknya demikian menurut Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Sunarso.

"Kalau yang sudah segenerasi saya mungkin sudah merasakan 4 kali krisis, dan tidak ada yang seberat yang hari ini dihadapi," ujar Sunarso dalam Ngopi Bersama BUMN secara virtual, Rabu (26/08/2020).

Sunarso menceritakan, pada 1998, krisis yang terjadi adalah krisis regional yang dipicu oleh gejolak nilai tukar dari Korea Selatan merembet ke Thailand, kemudian ke Malaysia hingga akhirnya Indonesia. Di Indonesia sendiri yang dikatakan krisis moneter, kemudian berubah menjadi krisis ekonomi, hingga sosial dan politik serta dikatakan sebagai krisis multidimensional.

"Pada saat itu nilai tukar rupiah kita jatuh minus 540%, CAR perbankan minus 15,7%, NPL melonjak 48,6% dan kita sadar betapa rapuh risk manajemen kita. Tetapi yang paling kena hantam adalah korporasi yang akarnya tidak kuat," paparnya.

Lalu, pada 2008 krisis disebabkan oleh kegagalan korporasi besar di Amerika Serikat dan terimbas ke nilai mata uang lalu berdampak pada suku bunga dan inflasi. Namun, yang paling terkena dampaknya adalah segmen korporasi dan saat itu manajemen risiko perbankan justru membaik dengan posisi NPL 3,2% dan CAR 16,8%. Namun, yang paling merasakan dampak dari krisis dampak COVID-19 adalah pasar keuangan.

Kemudian krisis pada 2013 pun dipicu oleh kegagalan eksternal yakni salah satu negara di Eropa. Kegagalan yang dimaksud adalah kegagalan bayar utang oleh negara yang terhantam adalah nilai tukar, suku bunga, dan inflasi. Saat itu CAR perbankan masih sangat baik yakni 18,2% dan NPL juga masih terjaga di kisaran 1,77%.

"Dari semua ini lagi-lagi yang kena adalah korporasi," imbuhnya.

Akan tetapi, krisis yang terjadi tahun ini, berbeda dari yang sebelumnya karena disebabkan oleh pandemi yang tidak hanya menyerang seluruh dunia. Demi menghindari penyakit yang belum ada obat dan pencegahannya ini, maka aktivitas masyarakat pun menjadi terbatas. Hal ini yang kemudian membuat ekonomi terkontraksi.

"Bagi kami di BRI, ini krisis paling berat karena nasabahnya 80% UMKM. Krisis sebelumnya transmisi ke UMKM lama dan jauh, berbeda dengan yang sekarang," ungkapnya.



Simak Video "Aksi Perampokan Bank dengan Sajam di Lumajang Terekam CCTV!"
[Gambas:Video 20detik]

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT