Jakarta -
Pengawasan perbankan disebut-sebut akan kembali ke Bank Indonesia (BI) dari sebelumnya di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ini adalah wacana lanjutan dari usulan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI).
Jika memang pengawasan kembali ke BI, ini artinya OJK berpotensi kehilangan salah satu sumber pendapatan dari pungutan yang berasal dari industri keuangan, yaitu perbankan.
Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengungkapkan memang OJK saat ini menjadi lembaga yang menarik pungutan dari industri jasa keuangan termasuk industri perbankan. Namun menurut Tauhid wacana ini adalah sesuatu yang tidak diperlukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasalnya industri perbankan di bawah pengawasan OJK masih sangat baik. Justru yang lebih sering bermasalah adalah industri keuangan non bank (IKNB).
"Di perbankan itu tidak ada masalah dari pengawasan, selama ini masih fine-fine saja. Justru yang bermasalah asuransi, dana pensiun, koperasi dan fintech-fintech bodong," kata Tauhid saat dihubungi detikcom, Jumat (4/9/2020).
Tauhid mengungkapkan bukan pengembalian pengawasan yang seharusnya dilakukan, tetapi adalah penguatan regulasi atau pembenahan di sisi sumber daya manusia (SDM).
"Regulasi harus diperkuat sebenarnya ini tidak perlu-perlu banget kalau dikembalikan. Tapi bisa fungsi pengawasannya dikuatkan, SDM-nya dibenahi kalau misal dewan komisionernya tidak kredibel ya bisa diganti," ujarnya.
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK, Anto Prabowo mengungkapkan pembicaraan tersebut masih sebatas diskusi dan wacana.
"OJK hanya fokus untuk melaksanakan tugasnya menjaga sektor perbankan, IKNB dan pasar modal untuk pemulihan ekonomi di saat pandemi COVID-19," jelas dia.
Sekadar informasi OJK melakukan penarikan pungutan ke industri jasa keuangan yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh OJK yang dikeluarkan Pemerintah pada 12 Februari 2014.
Berdasarkan data periode 2019 pungutan yang diterima OJK mencapai Rp 5,99 triliun atau 98,83% dari target penerimaan Rp 6,06%.
Pungutan dari sektor perbankan tercatat paling tinggi yakni Rp 4,02 triliun, pasar modal Rp 894,38 miliar, IKNB Rp 775,46 miliar dan manajemen strategis Rp 299,5 miliar.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengungkapkan rencana amandemen UU BI, OJK dan LPS memang diperlukan setelah dikeluarkannya UU PPKSK pada 2018 lalu.
Dia menyebutkan perubahan ini perlu dilakukan setelah Indonesia tertekan pandemi COVID-19 saat ini. Namun DPR dan pemerintah harus berhati-hati untuk melakukan amandemen ini.
"Amandemen UU BI hendaknya (harus) tidak mengganggu gugat independent BI. Posisi BI sebagai Lembaga independent harus dipertahankan untuk menjaga kepercayaan pasar baik pasar domestic maupun (terutama) pasar internasional," jelas Piter.
Menurut dia amandemen BI hendaknya ditujukan untuk memperkuat kewenangan BI tetapi di sisi lainnya juga memberi ruang kepada pemerintah dan DPR bahkan masyarakat dalam meminta akuntabilitas BI khususnya terkait kebijakan BI yang sudah diambil.
Dengan demikian BI tetap independen dalam pengambilan kebijakan, namun lebih bertanggung jawab atau akuntabel. Penguatan aspek akuntabilitas BI ini bisa dilakukan dengan memperkuat posisi dan peran Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI).
Pasca amandemen, BSBI hendaknya menjadi Lembaga yang tidak hanya mengawasi aspek operasionalnya BI. Justru tugas pokok BSBI adalah melakukan analisis terhadap kebijakan yang diambil oleh BI dan melaporkannya kepada Presiden dengan tembusan kepada DPR. Atas dasar laporan BSBI, Presiden dan DPR dapat menilai kinerja dewan gubernur BI sekaligus bisa meminta pertangungjawaban atas kinerja tersebut.
"Hal lain yang bisa dimasukkan dalam amandemen UU BI adalah terkait peran BI dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Tugas BI idealnya tidak hanya mengurusi inflasi. Namun demikian saya berpendapat tidak tepat juga apabila BI diberi tugas ikut menargetkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek," ujarnya.
Karena BI tetap harus dalam posisi balancing terhadap pemerintah yang secara nature akan mengejar pertumbuhan jangka pendek. Akan lebih pas apabila fungsi BI menjaga stabilitas (inflasi) disandingkan dengan fungsi BI mengejar pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dalam jangka panjang. BI tidak hanya menjaga inflasi, tetapi juga mempertimbangkan target pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Di atas segalanya itu, BI melaksanakan tugasnya secara independen.
Simak Video "OJK Ajak Media Massa Jadi Duta Literasi Keuangan Indonesia"
[Gambas:Video 20detik]