Bagi-bagi Beban, BI Pegang Rp 640 T Surat Utang Pemerintah

Bagi-bagi Beban, BI Pegang Rp 640 T Surat Utang Pemerintah

Hendra Kusuma - detikFinance
Senin, 28 Sep 2020 14:39 WIB
Logo Bank Indonesia
Foto: Sylke Febrina Laucereno/detikFinance
Jakarta -

Bank Indonesia mencatat porsi kepemilikan surat berharga negara (SBN) sudah mencapai Rp 640,6 triliun per 25 September 2020. Kepemilikan itu didapat melalui berbagai macam skema.

Berdasarkan slide paparan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (28/9/2020) total porsi SBN BI termasuk pembelian SBN dari pasar sekunder untuk stabilitas nilai tukar berjumlah Rp 166,2 triliun.

"Sejak kesepakatan bersama dengan Kemenkeu 16 April 2020 dan 7 Juli 2020, BI telah melakukan pembelian SBN jangka panjang di pasar perdana sebesar Rp 234,65 triliun," tulis slide yang disampaikan Gubernur Bank Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari total Rp 234,65 triliun ini, pembelian melalui mekanisme pasar sebesar Rp 51,17 triliun dan secara langsung sebesar Rp 183,48 triliun.

Selain itu Bank Indonesia juga telah melakukan injeksi likuiditas ke perbankan dalam jumlah besar sejak awal 2020. Saat ini bank sentral menambah lagi quantitative easing (QE) ke perbankan totalnya mencapai sekitar Rp 662,1 triliun.

ADVERTISEMENT

Total QE itu tercatat pada periode Januari-April 2020 sebesar Rp 419,9 triliun yang berasal dari pembelian SBN dari pasar sekunder sebesar Rp 166,2 triliun, term repo perbankan Rp 160 triliun, FX swap Rp 40,8 triliun, dan penurunan GW rupiah pada periode Januari dan April sebesar Rp 53 triliun.

Sementara periode Mei-September 2020, QE yang dilakukan sebesar Rp 242,2 triliun. Anggaran tersebut berasal dari penurunan GWM periode Mei sekitar RP 102 triliun, tidak mewajibkan tambahan giro bagi yang tidak memenuhi RIM sebesar Rp 15,8 triliun, dan term repo perbankan serta FX swap sebesar Rp 124,4 triliun.

Porsi kepemilikan SBI oleh BI sejalan dengan program burden sharing dengan pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Melalui kebijakan ini, BI menjadi the last resort atau menyerap SBN yang diterbitkan pemerintah.

Lanjut ke halaman berikutnya

Burden sharing adalah pembagian beban antara pemerintah dengan BI terkait kebutuhan tambahan pembiayaan untuk penanganan COVID-19 dan pelaksanaan program PEN.

Pada tahun 2020, pemerintah resmi melebarkan defisit APBN ke level 6,34% terhadap produk domestik bruto (PDB). Berdasarkan Perpres 72/2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, disebutkan bahwa kebutuhan tambahan pembiayaan diproyeksikan sebesar Rp 903,46 triliun. Angka tersebut terbagi menjadi Rp 397,56 triliun untuk public goods seperti kesehatan, perlindungan sosial, dan sektoral K/L dan Pemda serta Rp 505,90 triliun untuk non public goods seperti dukungan untuk UMKM dan korporasi.

Burden sharing dilaksanakan dengan cara Pembelian Surat Berharga (SBN) oleh BI dengan pembagian beban bunga. Dalam kesepakatan, BI akan menjadi pembeli utama SBN atau juga bisa menjadi standby buyer/last resort, tergantung skema mana yang dijalankan. Kesepakatan atas burden sharing ini juga telah dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) II yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia.

Sebagai catatan, langkah burden sharing yang diambil pemerintah dan BI hanya berlaku untuk pembiayaan APBN tahun 2020 akibat dari kondisi yang sangat extraordinary. Sebagai salah satu upaya dalam rangka pemulihan ekonomi nasional, tentunya kita semua berharap langkah burden sharing yang diambil oleh pemerintah dan BI dapat segera memulihkan kondisi sosial, ekonomi, serta keuangan negara kita yang terpuruk akibat pandemi COVID-19 yang melanda sampai saat ini.



Simak Video "Video: Kala Sri Mulyani Ungkap Surat Utang Negara Laku Keras di Tengah IHSG Anjlok"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads